CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

01 Desember 2008

8. Dimensi Kelima

Kelahiran Teori Kaluza-Klein

Theodor Kaluza (1885-1954), seorang matematikawan tidak terkenal dari Universitas Königsberg di Jerman yang terletak di Kaliningrad dari bekas Uni Soviet, mengirimkan sepucuk surat yang diterima Einstein pada bulan April 1919. Surat itu mengejutkannya. Ia berbentuk suatu artikel singkat sepanjang beberapa halaman. Di dalam surat itu, Kaluza mengajukan suatu pemecahan atas masalah teori medan terpadu itu. Dalam hanya beberapa baris, Kaluza menyatukan teori gravitasi Einstein dengan teori cahaya Maxwell dengan memperkenalkan dimensi kelima. Dimensi ini mencakup empat dimensi dari ruang dan satu dimensi dari waktu.

Theodor Kaluza

Theodor Kaluza

Apa yang mengejutkan Einstein adalah keberanian dan kesederhanaan artikel Kaluza. Seperti semua gagasan besar, argumen inti Kaluza anggun dan padat.

Dua tahun kemudian, Einstein menjadi yakin bahwa artikel Kaluza itu secara potensial penting. Dia menyerahkannya untuk diterbitkan oleh suatu lembaga ilmu pengetahuan di Jerman dengan judul yang mencolok, “Tentang Masalah Kesatuan Ilmu Fisika.”

Dalam sejarah ilmu fisika, tidak ada siapa pun yang sudah menemukan manfaat dari dimensi spasial keempat. Sejak Riemann, diketahui bahwa ilmu matematika tentang dimensi-dimensi yang lebih tinggi adalah suatu keindahan yang hebat, tapi tanpa penerapan fisikal. Untuk pertama kali, seseorang sudah menemukan suatu kegunaan bagi dimensi spasial keempat: untuk menyatukan hukum-hukum ilmu fisika! Dalam arti tertentu, Kaluza tengah menunjukkan bahwa keempat dimensi Einstein “terlalu kecil” untuk menampung forsa elektromagnetis dan gravitasional.

Pada tahun 1926, Oskar Klein (1894-1977), seorang matematikawan asal Swedia, membuat beberapa perbaikan pada teori dimensi kelima dari Kaluza. Perbaikan ini lalu disatukan dengan teori Kaluza dan sejak itu terkenal dengan nama “Teori Kaluza-Klein".

Oskar Klein

Oskar Klein

Sebelum diperbaiki Klein, teori Kaluza mulai menimbulkan pertanyaan pada kebanyakan fisikawan. Semua eksperimen di bumi menunjukkan bahwa kita hidup dalam suatu alam semesta dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Kalau begitu, dimensi kelima ada di mana? Ini suatu pertanyaan yang memalukan.

Kaluza punya suatu tanggapan yang cerdik. Dimensi lebih tinggi berbeda dengan dimensi-dimensi yang lain karena dimensi jenis pertama tidak bisa diamati melalui eksperimen. Sesungguhnya, dimensi kelima sudah ambruk menjadi suatu lingkaran yang begitu kecil sampai atom sekalipun tidak bisa masuk ke dalamnya. Jadi, dimensi kelima adalah suatu dimensi fisikal yang menyediakan perekat untuk menyatukan elektromagnetisme dan gravitasi menjadi satu forsa, tapi dimensi itu justru terlalu kecil untuk diukur.

Bentuk geometri pancadimensional berikut adalah  penterak.

clip_image001

Siapa pun yang berjalan mengikuti arah dimensi kelima akhirnya akan menemukan dirinya balik ke tempat dia mulai perjalanannya. Ini karena dimensi kelima secara topologis sama dengan sebuah lingkaran, dan alam semesta secara topologis sama dengan sebuah silinder.

Fifth Dimension

Suatu galaksi yang membentuk dimensi kelima

Peter Freund, seorang fisikawan kelahiran Romania, mememperjelas teori Kaluza-Klein tentang dimensi kelima. “Pikirkanlah beberapa orang imajiner yang tinggal di Tanahgaris, yang terdiri dari sebuah garis tunggal. Sepanjang sejarahnya, mereka percaya bahwa dunianya adalah sebuah garis tunggal. Lalu, seorang ilmuwan di Tanahgaris menyatakan bahwa dunianya tidak hanya sebuah garis ekadimensional, tapi juga sebuah dunia dwidimensional. Ketika ditanya di mana dimensi kedua yang tidak dapat dilihat dan misterius ini berada, dia akan menjawab bahwa dimensi kedua tergulung menjadi sebuah bola yang kecil. Jadi, orang-orang garis sebenarnya tinggal di permukaan sebuah silinder yang panjang tetapi sangat tipis. Radius silinder itu terlalu kecil untuk diukur; sesungguhnya, ia begitu kecil sehingga tampak bahwa dunia itu hanya sebuah garis.”

Seandainya radius silinder itu lebih luas, orang-orang garis bisa bergerak ke luar alam semestanya dan bergerak tegaklurus dengan dunia garisnya. Dengan kata lain, mereka bisa melakukan perjalanan interdimensional. Sementara mereka bergerak tegaklurus dengan Tanahgaris, mereka berjumpa dengan sejumlah tak terbatas dari dunia-dunia garis sejajar yang ada bersama-sama dengan alam semesta mereka. Sementara mereka bergerak lebih jauh ke dalam dimensi kedua, mereka akhirnya akan kembali ke dunia garisnya sendiri.

Sekarang, bayangkanlah bahwa dunia tridimensional kita masa kini sebenarnya punya dimensi lain yang sudah tergulung menjadi sebuah lingkaran. Demi argumen, anggaplah bahwa dimensi kelima panjangnya 10 kaki (sekitar 3 meter). Dengan melompat ke dalam dimensi kelima, kita sekadar lenyap seketika dari alam semesta kita masa kini. Begitu kita bergerak dalam dimensi kelima, kita menemukan bahwa, sesudah bergerak sejauh 10 kaki, kita kembali ke awal perjalanan kita. Tapi mengapa dimensi kelima tergulung? Pada tahun 1926, matematikawan Oskar Klein membuat beberapa perbaikan pada teori dimensi kelima. Dia menyatakan bahwa barangkali teori kuantum bisa menjelaskan mengapa dimensi kelima tergulung. Atas dasar ini, dia menghitung bahwa ukuran dimensi kelima mencapai ukuran Planck, yaitu 10-33 sentimeter. (Panjang Planck menyatakan bahwa ukuran dimensi kelima yang tergulung adalah 100 miliar miliar lebih kecil dari pada proton. Max Planck adalah peletak dasar teori kuantum.) Ukuran ini terlalu kecil untuk diteliti bahkan oleh mesin penghancur atom terbesar kita sekalipun.

Apa implikasi dari ukuran yang demikian kecil dari dimensi kelima yang sudah tergulung itu? Di satu pihak, ini berarti teori dimensi kelima sesuai dengan eksperimen karena dimensi ini terlalu kecil untuk diukur. Di pihak lain, itu berarti juga bahwa dimensi kelima begitu kecil sehingga tidak seorang pun mampu membuat mesin-mesin yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa teori itu memang betul.

Kematian Teori Kaluza-Klein

Meskipun teori Kaluza-Klein menjanjikan karena memberi suatu landasan geometrik secara murni pada forsa-forsa alam, teori ini mati menjelang tahun 1930-an. Ada dua alasan utama kematiannya.

Di satu pihak, para fisikawan tidak yakin bahwa dimensi kelima memang ada. Dugaan Klein bahwa dimensi kelima tergulung menjadi sebuah lingkaran yang sangat kecil berukuran panjang Planck tidak bisa diuji. Energi yang dibutuhkan untuk meneliti jarak yang sangat kecil ini bisa dihitung, dan energi ini disebut energi Planck, atau 1019 miliar volt elektron. Energi yang sangat besar ini hampir di luar pemahaman kita. Energi ini 100 miliar miliar kali energi yang terkunci dalam proton. Energi sebesar ini di luar apa pun yang mampu kita hasilkan dalam beberapa abad mendatang.

Di pihak lain, para fisikawan membiarkan bidang riset ini berbondong-bondong karena penemuan akan suatu teori baru yang membuat revolusi dalam dunia sains. Gelombang air pasang yang dilepaskan teori dunia subatomik ini melanda sama sekali teori Kaluza-Klein. Teori baru itu disebut mekanika kuantum, dan ia membunyikan lonceng kematian bagi teori Kaluza-Klein selama 60 tahun mendatang. Lebih buruk lagi, mekanika kuantum menantang penafsiran geometrik yang mulus dari forsa-forsa dengan menggantikannya dengan paket-paket energi yang terpisah-pisah.

Kebangkitan Kembali Kaluza-Klein

Sejak kematian teori Kaluza-klein, para fisikawan berupaya menyatukan teori kuantum dengan gravitasi. Kalau mereka berhasil, mereka akan menciptakan Teori Segala Sesuatu, yang oleh Einstein disebut teori medan terpadu. Barang siapa yang mampu menciptakan Teori Segala Sesuatu pasti akan dianugerahi Hadiah Nobel. Namun, upaya otak-otak paling hebat dalam ilmu fisika sekalipun tidak mampu menyatukan teori kuantum dengan gravitasi. Maka, Teori Segala Sesuatu yang ingin mereka ciptakan tetap menjadi “masalah ilmiah terbesar sepanjang masa.”

Menjelang tahun 1980-an, para fisikawan mencapai suatu jalan buntu. Gravitasi sendiri secara teguh berdiri terpisah dari ketiga forsa fundamental lain dalam alam semesta: elektromagnetisme, forsa nuklir kuat, dan forsa nuklir lemah. Sejak Newton, muncul dua macam teori gravitasi. Pertama, teori gravitasi klasikal yang muncul pertama kali dan dipahami melalui karya Newton. Kedua, teori kuantum dari gravitasi yang muncul kemudian untuk dipahami para fisikawan.

Saatnya sudah tiba untuk suatu revolusi. Itulah saat bagi kebangkitan kembali teori Kaluza-Klein yang sudah mati selama 60 tahun.

Kebangkitan kembali itu terjadi awal 1980-an. Para fisikawan yang sudah frustrasi karena gagal menyatukan gravitasi dengan forsa-forsa kuantum yang lain akhirnya berpaling pada teori- teori yang sebelumnya mereka curigai: dimensi-dimensi yang tidak kelihatan dan ruang hiper. Mereka sudah siap untuk sebuah alternatif dan itu adalah teori Kaluza-Klein.

Para fisikawan berharap teori Kaluza-Klein bisa membantu mereka menciptakan suatu teori geometrik yang anggun dan murni. Yang perlu mereka tahu adalah sifat materi-energi. Menjelang tahun 1970-an, mereka menemukan sifat itu: materi terdiri dari dua partikel subatomik yaitu kuark dan lepton. Kedua partikel ini ditahan oleh medan Yang-Mills – medan persamaan bagi forsa-forsa subatomik karya C. N. Yang dan R. L. Mills yang mengendalikan interaksi antara semua partikel subatomik – yang mematuhi simetri. Masalahnya adalah bagaimana memperoleh partikel-partikel dan simetri-simetri misterius ini dari materi-energi yang anggun dan bersih.

Susunan Geometrik yang Indah

Supaya Teori Segala Sesuatu bisa diciptakan, para fisikawan berupaya membuat susunan geometrik yang indah, yang anggun dan murni, dari materi-energi. Salah satu cara adalah dengan memasukkan simetri ke dalam ilmu fisika. Ketika mereka memperluas teori pancadimensional yang lama dari Kaluza-Klein menjadi dimensi-dimensi N, mereka menyadari bahwa ada kebebasan untuk memasukkan simetri pada ruang hiper. (Dalam ilmu fisika, simetri adalah keadaan tetap dari bentuk suatu benda bahkan sesudah kita merusak atau mengubah bentuknya atau merotasinya.)

Untuk melihat bagaimana simetri muncul dari ruang, pertimbangkanlah sebuah bola plastik besar untuk bermain-main di pantai. Ia punya simetri. Kita bisa merotasinya keliling pusatnya, dan bola pantai itu tetap mempertahankan bentuknya. Simetri sebuah bola pantai, atau sebuah bentuk bola (sphere), disebut O(3), atau rotasi dalam tiga dimensi. Serupa dengan itu, dimensi-dimensi lebih tinggi, sebuah ruang hiper bisa dirotasi keliling pusatnya dan mempertahankan bentuknya. Bentuk bola hiper itu punya suatu simetri yang disebut O(N), atau rotasi dalam dimensi N.

Sekarang, buatlah vibrasi atau getaran pada bola pantai itu. Riak-riak terbentuk di permukaan bola itu. Kalau kita secara hati-hati menggetarkan bola pantai itu dengan suatu cara tertentu, kita bisa menimbulkan getaran-getaran yang teratur padanya yang disebut resonansi-resonansi. Berbeda dengan riak-riak biasa, resonansi-resonansi ini bisa bergetar hanya pada frekuensi-frekuensi tertentu. Sesungguhnya, kalau kita menggetarkan bola pantai itu cukup cepat, kita bisa menciptakan nada-nada musikal dari suatu frekuensi yang pasti. Vibrasi-vibrasi ini kemudian bisa dikatalog oleh simetri O(3).

Seperti bola pantai, selembar membran atau selaput yang bisa menimbulkan frekuensi-frekuensi resonansi adalah suatu gejala yang lasim. Pita suara dalam tenggorokan kita, misalnya, adalah selaput-selaput yang direntangkan yang bergetar pada frekuensi-frekuensi, atau resonansi-resonansi, tertentu dan dengan cara demikian menghasilkan nada-nada musikal. Contoh lain adalah pendengaran kita. Gelombang bunyi dari semua jenis menimpa gendang telinga kita, kemudian beresonansi pada frekuensi-frekuensi tertentu. Getaran-getaran ini kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim ke dalam otak kita, yang menafsirkannya sebagai bunyi-bunyi.

Bagi sebuah bentuk bola hiper, efeknya sama. Seperti selembar selaput, bentuk bola hiper itu bisa beresonansi pada berbagai frekuensi, yang kemudian bisa ditetapkan oleh simetrinya, yaitu simetri O(N). Sebagai pilihan lain, para matematikawan sudah mencita-citakan lebih banyak permukaan yang canggih dalam dimensi-dimensi yang lebih tinggi yang diperikan oleh bilangan-bilangan rumit. (Bilangan-bilangan rumit menggunakan akar pangkat sekian.) Kemudian, mereka langsung menunjukkan bahwa simetri yang cocok dengan sebuah “bentuk bola hiper” yang rumit adalah SU(N).

Tibalah kita sekarang pada pokok masalahnya. Kalau fungsi gelombang dari suatu partikel bervibrasi sepanjang permukaan ini, fungsi itu akan mewarisi simetri SU(N) ini. Jadi, simetri-simetri SU(N) misterius yang timbul dari ilmu fisika subatomik sekarang bisa dilihat sebagai hasil-hasil sampingan dari ruang hiper yang bergetar! Dengan kata lain, kita sekarang punya suatu penjelasan bagi asal-usul simetri-simetri misterius dari materi-energi: Simetri-simetri itu benar-benar berasal dari susunan geometrik yang anggun dan murni.

Adigravitasi

Sesudah simetri materi-energi diketahui berasal dari simetri-simetri yang tersembunyi dari dimensi-dimensi yang tidak kelihatan, para fisikawan menempuh langkah berikut. Mereka ingin menciptakan materi-energi itu sendiri – terdiri dari kuark dan lepton – melulu dari susunan geometrik yang indah. Langkah berikut ini mereka sebut adigravitasi (supergravity).

Menciptakan adigravitasi ini tidak mudah karena semua partikel “berpusing-pusing.” Materi terdiri dari kuark dan lepton. Berdasarkan sifat perpusingannya, partikel-partikel subatomik ini disebut fermion-fermion. Akan tetapi, graviton, suatu paket energi yang diduga ada pada gravitasi sebagai suatu forsa fundamental, punya ciri-ciri perpusingan tertentu yang disebut boson-boson.

Secara tradisional, teori kuantum secara ketat memisahkan fermion dari boson. Sesungguhnya, upaya apa pun untuk mengubah materi-energi menjadi susunan geometrik yang indah pasti bergulat dengan fakta bahwa fermion dan boson punya sifat-sifat yang saling bertentangan karena kedua-duanya tidak bisa dipersatukan. Suatu pemecahan tampak di ujung jalan ketika para fisikawan menemukan suatu simetri yang baru yang disebut adisimetri (supersymmetry). Adisimetri inilah yang justru mempersatukan fermion dan boson tanpa mengganggu persamaan adisimetriknya.

Ini memberi kita kemungkinan untuk memasukkan semua partikel di alam semesta ke dalam satu persamaan! Kemungkinan yang luar biasa ini menggerakkan hati Abdus Salam, seorang fisikawan asal Pakistan dan pemenang Hadiah Nobel untuk Ilmu Fisika, untuk menyatakan, “Adisimetri adalah usul paling akhir bagi suatu penyatuan yang lengkap dari semua partikel.”

Dengan penemuan adisimetri tadi, tiga orang fisikawan segera menuliskan teori adigravitasi pada tahun 1976. Mereka mencakup Daniel Freedman, Sergio Ferrara, dan Peter van Nieuwenhuizen – semuanya bekerja pada Universitas Negara Bagian New York di Stony Brook. Adigravitasi adalah upaya realistik pertama untuk membentuk suatu dunia yang disusun sama sekali dari geometri yang anggun dan bersih. Dalam suatu teori adisimetrik, semua partikel punya adimitranya yang disebut spartikel. Teori adigravitasi dari kelompok Stony Brook berisi hanya dua medan: medan graviton – sebuah boson – dan mitranya, gravitino (yang berarti “gravitasi kecil”). Karena partikel-partikel yang dibutuhkan tidak cukup, mereka mengadakan upaya-upaya untuk menggandeng teori adigravitasi dengan partikel-partikel yang lebih rumit.

Cara paling sederhana untuk memasukkan materi adalah dengan menuliskan teori adigravitasi dalam ruang berdimensi 11. Untuk menuliskan teori Kaluza-Klein pada tingkat adi dalam 11 dimensi, orang harus meningkatkan komponen-komponen dalam tensor Riemann secara luar biasa, sehingga menjadi tensor Riemann juga pada tingkat adi.

Kemerosotan Teori Adigravitasi

Para kritikus berangsur-angsur mulai melihat masalah-masalah dengan teori adigravitasi. Sesudah suatu pencarian yang intensif, mereka tidak menemukan spartikel-spartikel dalam eksperimen apa pun. Akan tetapi, para fisikawan yang mengerjakan teori itu sangat percaya bahwa, pada energi yang sangat tinggi yang ditemukan pada Penciptaan seketika, semua partikel disertai adimitranya. Hanya pada energi yang luar biasa ini barulah kita melihat suatu dunia adisimetrik secara sempurna.

Tapi sesudah beberapa tahun yang menunjukkan minat yang hebat dan beberapa konperensi internasional, teori adigravitasi gagal karena suatu alasan yang sangat sederhana. Bilamana kita mencoba menghitung bilangan dari teori ini, kita akan tiba pada ananta-ananta (infinites) yang tidak berarti. Meskipun teori ini punya ananta-ananta yang lebih sedikit dari pada yang ada dalam teori Kaluza-Klein yang asli, teori tersebut masih tidak bisa direnormalisasi.

Ada masalah lain. Simetri paling tinggi yang bisa dicakup adigravitasi disebut O(8). Simetri ini terlalu kecil untuk menampung simetri menurut Model Baku (Standard Model). Ini adalah model yang mampu menjelaskan setiap potongan data eksperimental yang berhubungan dengan partikel-partikel subatomik, setinggi 1 juta volt elektron dalam energi. Tampaknya, adigravitasi hanya langkah lain dalam perjalanan yang panjang ke arah suatu teori terpadu dari alam semesta. Ia memang mampu mengubah materi-energi menjadi susunan geometrik yang indah tapi gagal dalam upaya lain. Akan tetapi, justru ketika minat pada adigravitasi mulai memudar, suatu teori yang baru muncul. Teori ini barangkali adalah teori fisikal yang paling aneh tapi paling kuat yang pernah diajukan: teori adidawai dasadimensional (ten-dimensional superstring theory).

Sebelum menyoroti teori baru ini, kita perlu memahami ABC dari ilmu fisika tentang partikel. Pemahaman ini akan mempermudah kita memahami teori baru tadi.