CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

16 April 2009

22. Kehendak Bebas Dikukuhkan Mekanika Kuantum?

Apa itu “kehendak bebas”? Kata “kehendak” berarti kekuatan mental dengan mana seseorang bisa mengarahkan pikiran dan tindakannya, dan memengaruhi pikiran dan tindakan orang lain. Kata “bebas” (suatu sifat seseorang) berarti tidak menjadi seorang budak; tidak berada di bawah kekuasaan orang atau orang-orang lain, tidak berada di dalam penjara; mempunyai hak pribadi dan kemerdekaan sosial dan politik. Ketika seseorang mengatakan dia memutuskan untuk, misalnya, berimigrasi dan menetap di Sydney, Australia, berdasarkan kehendaknya yang bebas, dia ingin mengatakan dia membuat pilihan ini tanpa diwajibkan atau dipaksakan orang lain padanya. Ini arti umum dari frasa “kehendak bebas".

Lalu, apa itu “kehendak bebas” menurut Alkitab? Konsep ini mempunyai kaitan dengan pemikiran Alkitab tentang kebebasan dan kemerdekaan manusia.

Tiga Perspektif tentang Kehendak Bebas

Dari pemahaman mendasar tadi, para ahli teologia mengembangkan tiga sudut-pandang tentang kehendak bebas. Ada perspektif moralitas dan psikologi, metafisika, dan teologia.

Perspektif moralitas dan psikologi

Dari sudut-pandang moralitas dan psikologi, kehendak bebas adalah kemampuan seseorang untuk menentukan pilihan secara spontan, tanpa dipaksakan, secara sukarela. Kemampuan dia menyiratkan juga kemampuannya untuk menunjukkan tanggungjawabnya. Dari sudut-pandang ini, Alkitab berisi banyak acuan tentang kehendak bebas; ia dimiliki semua manusia – yang bertobat dan yang belum bertobat.

Perspektif metafisika

Dari sudut-pandang metafisika, kehendak bebas adalah tindakan-tindakan manusia di masa depan yang pada dasarnya tidak bisa diramalkan, tidak bisa dipastikan. Alkitab tidak spesifik tentang kehendak bebas menurut pemahaman ini; dengan kata lain, Alkitab tidak menegaskan atau menyangkal ciri tidak bisa diramalkan atau tidak bisa dipastikan dari kehendak bebas manusia. Tapi ia menegaskan bahwa Allah mengetahui masa depan manusia dan, dalam hal tertentu, Ia mengatur lebih dahulu semua hal.

Perspektif teologia

Dari sudut-pandang teologia, kehendak bebas adalah suatu petunjuk tentang suatu kemampuan bawaan manusia yang belum bertobat untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik tanpa syarat menurut pandangan Allah, atau untuk menjawab undangan Injil. Dalam konteks ini, Alkitab menunjukkan bahwa manusia yang belum bertobat memiliki kehendak bebas untuk mengikatkan dirinya sekaligus pada dosa tapi, ketika bertobat, mengikatkan kehendaknya yang bebas pada kebenaran Firman Allah dan mendapat jaminan keselamatan rohani.

Ringkasan

Ringkas kata, kehendak bebas manusia adalah kemampuan manusia untuk menentukan pilihan tanpa paksaan dan untuk menentukan tindakan-tindakannya di masa depan yang tidak bisa diramalkan. Selain itu, kehendak bebas adalah suatu petunjuk tentang suatu bawaan manusia yang belum bertobat untuk melakukan tindakan yang baik atau untuk menanggapi Injil.

Kehendak Bebas menurut Dr. Schroeder

Konsep manakah dari kehendak bebas yang menjadi fokus Mekanika Kuantum? Pertanyaan ini dijawab dengan meringkaskan pemikiran Dr. Gerald L. Schroeder yang sudah disebutkan dalam dua tulisan sebelumnya. Suatu bab dari bukunya, The Science of God the Convergence of Scientific and Biblical Wisdom (1997) membahas masalah kehendak bebas menurut Perjanjian Lama dari sudut-pandang sains. Bagian yang menyoroti kehendak bebas dari perspektif mekanika kuantum inilah yang diringkaskan untuk Anda.

Gagasan tentang kehendak bebas yang dikemukakan Schroeder berdasarkan PL. Ia menunjukkan persamaan dengan sudut-pandang pertama dan kedua tadi tentang kehendak bebas. Gagasan tentang kehendak bebas dalam PB adalah hasil perenungan kami sendiri.

Ada pilihan

Kehendak bebas artinya ada alternatif, ada pilihan. Lebih daripada tiga ribu tahun yang lalu, Alkitab mendefinisikan kehendak bebas dalam arti pilihan antara kehidupan dan kematian, antara berkat dan kutuk. Dalam Ulangan 30:19, kita baca: Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, . . . . Ada perjuangan antara keinginan jasmani akan kesenangan dari kehidupan kekal dan keinginan jiwa akan puncak-puncak pencapaian duniawi dan rohani.

Mengapa pilihan kita antara kehidupan dan kematian dan bukan antara kebaikan dan kejahatan? Bagaimanakah kita boleh memilih kehidupan lebih daripada memilih kematian?

Batas-batas kehendak bebas

Sebelum menjawab kedua pertanyaan ini, kita harus tahu batas-batas kehendak bebas kita. Ada hukum alam yang menetapkan batas-batas ini. Hukum alam, misalnya, membatasi kehendak bebas seorang anak untuk terbang seperti seekor rajawali, untuk berjalan menembus tembok tanpa cedera sedikit pun, untuk pergi ke masa lampau selama lima tahun lalu balik ke masa kini, dan untuk memasukkan tangannya ke dalam api dengan percaya tangannya tidak akan terbakar. Dia pasti tewas, terluka atau ditertawai sebagai anak gila kalau dia benar-benar melaksanakan kehendak bebasnya. Barangkali, hukum-hukum ini juga menetapkan sebelumnya masa depan yang akan kita tempuh. Tapi melampaui kendala ini, teologia tampaknya mengantisipasi kehendak bebas. Teologia, berdasarkan Alkitab, mengatakan pada kita bahwa Allah mengetahui masa depan. Kalau masa depan kita sudah diketahui sebelumnya, kebebasan kita boleh dibilang adalah suatu ilusi.

Paradoks bersisi tiga

Masa depan yang sudah diketahui sebelumnya oleh Allah dan mengakibatkan kebebasan kita adalah suatu ilusi menunjukkan suatu paradoks. Paradoks ini bisa dibagi menjadi tiga aspek.

Pertama, apakah dunia bersifat deterministik? Apakah hukum-hukum alam, hubungan sebab dan akibat, menetapkan semua peristiwa masa depan?

Kedua, kalau Allah mengetahui masa depan, apakah ada gunanya bila ilmu fisika memberi kita peluang akan pilihan-pilihan?

Ketiga, bagaimanakah kaitan antara paradoks dari kehendak bebas dan iman Kristen?

Jawaban terhadap aspek pertama paradoks tadi adalah bahwa masa depan, menurut ilmu fisika modern, tidak bisa diramalkan. Sifat ini memungkinkan adanya kehendak bebas.

Kehendak bebas vs determinisme

Konsep tentang kehendak bebas bertentangan dengan filsafat determinisme. Determinisme adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa gejala-gejala (phenomena) dikondisikan oleh data yang ada sebelumnya. Dalam determinisme, segala sesuatu sudah ditentukan atau ditakdirkan; karena itu, pilihan antara yang baik dan yang jahat adalah omong kosong. Selain itu, determinisme mendapat dukungan psikoanalisis, suatu aliran psikologi abad ke-20. Menurut psikoanalisis, setiap tindakan manusia mempunyai sebabnya. Kehendak bebas manusia berarti ada tindakan berdasarkan pilihan; tindakan ini berarti tidak ada faktor penentu tindakan berdasarkan pilihan itu. Tindakan tanpa sebab tidak benar, menurut psikoanalisis. Jelas, ada konflik antara kehendak bebas dan determinisme.

Determinisme tidak bisa diterima karena bertentangan dengan suatu implikasi dari teori kuantum. Determinisme menyatakan masa depan bisa diramalkan dan, karena itu, sudah ditetapkan sebelumnya. Ada hukum sebab-akibat: suatu sebab tertentu selalu menghasilkan akibat yang sama. Secangkir teh hangat yang dibiarkan dalam suatu suhu normal akan selalu menjadi dingin. Air dalam suhu yang sangat dingin akan membeku. Ini dua buah contoh dari hukum sebab-akibat dalam alam. Tapi filsafat determinisme digugurkan oleh asas ketakpastian Heisenberg, asas yang sekaligus menyiratkan kehendak bebas. Berdasarkan asas ini, masa depan tidak bisa diramalkan dan, karena itu, determinisme tidak benar.

Mekanika Kuantum dan Kehendak Bebas

Asas ketakpastian Heisenberg

Pada tahun 1927, Werner Karl Heisenberg, seorang fisikawan cemerlang asal Jerman, menerbitkan asasnya yang terkenal, asas ketakpastian, disebut juga asas indeterminasi. Asas ini menetapkan suatu batas pada presisi dengan mana posisi dan pusa atau momentum – yaitu, massa dikalikan kecepatan – zarah apa pun bisa diukur. Semakin dekat Anda menetapkan pusa suatu benda, semakin kurang tepat Anda bisa mengukur posisi benda itu. Nilai tepat kedua-duanya tidak sekalipun bisa diukur. Ini bukan suatu masalah menunggu akan adanya suatu “penggaris” yang lebih baik atau suatu “speedometer” yang lebih baik. Yang paling baik dari alat-alat ini, sekalipun dipakai dalam dunia fantasi teoritis, akan selalu memengaruhi kondisi yang tengah diukur.

Untuk pertama kali, komunitas ilmiah mengakui ada suatu batas terhadap pengetahuan ilmiah. Tidak mampu tahu masa kini secara tepat jelas berarti bahwa masa depan tidak bisa diramalkan.

Teori Heisenberg secara cepat dikembangkan oleh raksasa-raksasa Ilmu Fisika Kuantum modern lain seperti Wolfgang Pauli, Max Born, dan khususnya Niels Bohr menjadi apa yang dkenal sebagai penafsiran Kopenhagen. (Penafsiran Kopenhagen mengacu pada penafsiran kuantum oleh pelopor-pelopor teori kuantum, termasuk Bohr yang lahir di Denmark, yang bermarkas di ibu kota Denmark ini.) Pada intinya, asas ketakpastian Heisenberg menyadarkan kita bahwa dunia fisikal tidak sekalipun berisi suatu realitas khusus. Kemungkinan apa pun tentang adanya sesuatu yang diukur menghasilkan ketakpastian. Hanya ketika kita membuat suatu pengamatan pada satu titik khusus, barulah kemungkinan-kemungkinan lain lenyap.

Teori Heisenberg lalu membentuk banyak dari dasar-dasar Mekanika Kuantum. Menurut teori ini, benda-benda dalam alam semesta mempunyai batas yang luas tapi tidak jelas. Karena tidak jelas, tidak ada tepi untuk diukur. Data eksperimental kemudian membuktikan bahwa ketakjelasan ini nyata. Dalam riset ini, ketika perluasan yang samar-samar dari beberapa zarah tumpang-tindih, zarah-zarah itu sebenarnya melebur menjadi suatu kesatuan tunggal yang besar.

Mau tidak mau, kita dipaksa meninggalkan konsep kita tentang suatu dunia yang dibentuk oleh zarah-zarah subatomik klasik – seperti proton, neutron, dan elektron – yang memiliki tepi-tepi yang jelas seperti bola ping-pong mikroskopik. Zarah-zarah subatomik dipahami lebih baik sebagai benda-benda kuantum, yang secara ananta direntangkan melintasi seluruh ruang oleh suatu gejala yang sampai sekarang belum diketahui dan belum bisa diukur. Gejala ini barangkali ada dalam suatu dimensi di luar ruang dan waktu.

Kausalitas harus tidak benar

Agar kehendak bebas ada, kausalitas – tesis bahwa sebab yang sama menghasilkan akibat yang sama – harus tidak benar secara universal. Suatu eksperimen klasik yang menunjukkan kualitas yang aneh dari alam ini, bahwa kausalitas tidak benar secara universal, ialah eksperimen celah ganda yang sudah dijelaskan dalam tulisan terdahulu. Suatu ciri yang belum diperjelas ialah bahwa radiasi elektromagnetik – mikrogelombang, gelombang radio, sinar cahaya, sinar X, sinar gamma – dan materi subatomik – seperti elektron, proton, dan neutron – adalah fakta-fakta yang sudah diamati. Fakta-fakta ini membentuk alam semesta dan diri kita. Selain itu, radiasi elektromagnetik dan materi subatomik menunjukkan sifat-sifat yang bisa diperikan sebagai timbul secara serempak dari gelombang (medan energi) dan zarah-zarah (kesatuan yang terpisah-pisah). Dualitas gelombang-zarah ini adalah suatu paradoks alam. Bagaimanakah sesuatu bisa menjadi suatu gelombang dan suatu zarah?

Pemecahan dualitas gelombang dan zarah dari materi subatomik menjadi rumit ketika eksperimen celah ganda dilakukan dengan memakai zarah-zarah klasik seperti elektron dan bahkan zarah yang padat seperti atom dan juga foton. Semuanya berperilaku sebagai gelombang dan zarah, meskipun ini secara resmi mustahil terjadi! Dalam teori, semua materi, bahkan Anda sendiri, memiliki dualitas gelombang-zarah.

Bohr menunjukkan bahwa paradoks dualitas ini memiliki implikasi yang kuat yang berkaitan dengan pengetahuan kita tentang dunia subatomik. Kalau kita mengukur suatu entitas dengan suatu cara yang menganggapnya sebagai suatu gelombang, kita menemukan suatu gelombang. Kalau kita mengukur entitas yang sama dengan menganggapnya suatu zarah, kita akan menemukan suatu zarah. Kita melihat dunia seperti yang kita asumsi adanya dunia itu.

Eksperimen celah tunggal atau celah ganda yang sudah dijelaskan memperkuat asumsi tadi, asumsi tentang dualitas gelombang-zarah dari materi mikroskopik. Yang cocok untuk eksperimen ini adalah radiasi elektromagnetik (mikrogelombang, gelombang radio, cahaya, sinar X, sinar gamma), elektron, dan proton. Sejenis meriam dipakai untuk menembak unsur-unsur materi mikroskopik ini satu demi satu melewati celah tunggal atau celah ganda.

Beberapa ciri khas materi subatomik dan implikasinya

Beberapa ciri khas materi subatomik yang diketahui melalui eksperimen celah ganda dan yang belum dijelaskan dringkaskan dalam tulisan kali ini. Yang ditembak satu demi satu melewati celah ganda itu adalah zarah-zarah individual dengan masa rehat yang cukup panjang (satu jam) antara setiap tembakan.

Pertama, suatu atom tunggal adalah suatu entitas tunggal, dengan lokalitas yang pasti. Akan tetapi, ketika ditembakkan melalui salah satu dari celah ganda, ia tampaknya tahu tempat ia berada. Meskipun kita sudah membuka celah ganda, kita masih menembakkan suatu atom tunggal satu demi satu. Logika kita mengatakan atom itu akan melaju lewat salah satu celah itu. Kalau celah lain ditutup, atom itu mendarat di mana pun pada pola difraksi di layar pencatat. Kalau celah lain itu dibuka, atom itu tidak akan pernah mendarat di kawasan gelap (yang dilarang) yang aslinya kita lihat dalam pola interferens yang timbul ketika kita membuka kedua celah itu. Tapi yang sesungguhnya terjadi membingungkan logika kita. Kalau atom yang ditembakkan itu melewati satu celah, mengapa tindakan kita membuka atau menutup celah lain mempunyai akibat apa pun pada lajunya melewati celah itu? Bagaimanakah atom tunggal itu “tahu” kalau celah kedua dibuka atau ditutup? Tapi atom itu tahu! Apa pun juga, atom itu menyadari lingkungannya.

electron doubleslit experiment

Eksperimen Celah Ganda

Elektron-elektron ditembakkan melalui dua celah dan membentuk pola interferens pada layar monitor di belakang celah ganda.

Kedua, hasil yang sama diperoleh ketika foton-foton tunggal ditembakkan. Foton adalah zarah cahaya yang melaju pada kecepatan cahaya. Keanehan terjadi. Dengan hanya satu celah saja yang terbuka, foton bisa mendarat di mana pun di dalam kawasan kabur yang ditandai di layar pencatat. Inilah berkas-berkas gelap, kawasan terlarang. Padahal kita menembakkan hanya suatu foton tunggal satu demi satu. Seharusnya, zarah tunggal ini melewati hanya salah satu celah itu. Tapi untuk alasan yang belum diketahui, zarah-zarah tunggal (foton-foton tunggal) ini tidak mampu memaksakan jalannya ke lokasi “terlarang”.

light doubleslit experiment

Foton Tunggal Yang Ditembak Satu Demi Satu Melalui Satu Celah

Foton-foton yang ditembak melalui satu celah secara mengherankan mendarat di mana pun di kawasan kabur yang ditandai di layar monitor.

Ketiga, timbul dua pertanyaan. Yang pertama tentang interferens, yaitu, penambahan atau pengurangan puncak dan lembang gelombang. Kalau masalahnya tentang interferens yang menyebabkan timbulnya pola berganti-gantian antara terang dan gelap, dengan apakah zarah itu berinterferens? Hanya suatu zarah yang ditembakkan satu demi satu, dan kita menunggu selama satu jam sebelum melakukan tembakan berikutnya. Hanya satu zarah yang lewat secara berurutan melalui celah itu dan tiba di layar pencacat, namun zarah itu dengan suatu cara yang belum diketahui berinterferens dengan dirinya sendiri! Yang kedua: bagaimanakah zarah foton itu tahu bahwa celah itu terbuka atau tertutup? Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana atau mengapa zarah itu tahu. Tapi ia tahu.

Keempat, eksperimen-eksperimen ini menandai akhir hukum kausalitas. Dalam ilmu fisika klasik, kausalitas mengharuskan adanya kondisi awal. Kalau kondisi awal sama, hasilnya harus sama. Tapi dalam eksperimen yang memakai celah ganda, hasilnya malah bersifat acak, berubah-ubah, tidak pasti. Suatu zarah melaju pada suatu kecepatan tertentu lewat suatu celah tertentu ke arah suatu layar tertentu. Tempat ia jatuh pada layar pencacat itu dipengaruhi suatu celah kedua yang tidak membuatnya lewat. Tentang zarah yang melaju itu sendiri, kondisi awal memberikan hasil yang berbeda.

Kelima, asas ketakpastian menunjukkan bahwa kita tidak bisa mengukur masa kini secara tepat. Ilmu Fisika Kuantum, terutama eksperimen celah ganda, menunjukkan bahwa sekalipun kita mampu mengukur semua segi masa kini dengan suatu peluang kesalahan sebesar nol, masa depan tidak akan bisa diramalkan. Ini berarti apa yang sejauh ini kita percaya adalah hukum kausalitas, suatu hukum alam tentang hubungan sebab dan akibat, bukanlah suatu hukum. Ia hanya suatu teori. Sekarang, pada tingkat kuantum, ia suatu teori yang sudah dibuktikan sebagai keliru.

Kehendak Bebas menurut Kristen Didukung Mekanika Kuantum

Rangkaian pokok-pokok ini menuntun kita pada suatu kesimpulan yang tidak bisa dielakkan: kondisi awal yang sama tidak membuahkan hasil yang sama. Ini berarti kondisi masa kini dari alam semesta tidak menetapkan masa depan alam semesta. Memang ada selalu kemungkinan kita menemukan penyebab yang mendasari keanehan perilaku zarah tadi. Meskipun demikian, sejauh yang kita pahami tentang dunia kita masa kini melalui eksperimen celah ganda dan eksperimen lain, Ilmu Fisika Kuantum mendukung kebenaran ajaran Kristen tentang kehendak bebas.

Paradoks tentang kehendak bebas

Tapi doktrin Kristen tentang kehendak bebas berisi suatu paradoks. Allah itu Mahatahu; karena itu, Dia tahu masa depan, termasuk masa depan manusia. Tapi Allah yang tahu masa depan manusia memberinya kehendak bebas. Kalau Allah tahu masa depan manusia, mengapa Dia memberi mereka kehendak bebas? Bukankah hasil akhir hidup manusia ke arah depan sudah diketahui sebelumnya oleh Allah?

Orang percaya bisa saja mengatakan Allah tahu masa depan kita karena Dia berada di luar waktu. Ini suatu jawaban berdasarkan iman, bukan suatu jawaban ilmiah.

Paradoks tadi baru dipecahkan sains melalui Ilmu Fisika Kuantum abad ke-20. Perdebatan selama berabad-abad tentang pertentangan antara kemahatahuan Allah dan kehendak bebas manusia dipecahkan melalui penafsiran tentang keanehan zarah melalui eksperimen celah ganda dan eksperimen lainnya.

Tiga parameter alam semesta kita

Pemecahan ini bisa dijelaskan lebih jauh melalui tiga parameter yang adalah ciri-ciri alam semesta kita, bukan ciri-ciri Allah. Pertama, penciptaan alam semesta dari ketiadaan yang mutlak dan lengkap menandai awal ruang, waktu, dan materi. Kedua, teologia sudah memegang posisi ini selama 3.000 tahun lebih. Ketiga, kosmologi dalam beberapa dasawarsa terakhir sudah setuju dengan posisi teologia Perjanjian Lama dan Kristen.

"Kekinian kekal" Allah

Allah tidak diciptakan dari ruang atau materi. Karena itu, Dia juga tidak terikat oleh waktu. Allah di luar waktu. Karena Dia di luar waktu, Dia berada dalam suatu “kekinian yang kekal, kekinian tanpa akhir,” dalam suatu kehadiran kekal yang mencakup masa lampau, masa kini, dan masa depan secara serentak.

Realitas Allah ini berisi dua makna. Pertama, dalam satu kerangka acuan, semua zaman dan peristiwa yang berlalu selama zaman ini ada secara serentak. Kedua, dalam kerangka acuan yang lain, peristiwa yang sama dipisahkan oleh waktu dengan suatu masa lampau yang sudah terjadi dan suatu masa depan yang masih akan datang.

Makna kedua ini diringkaskan secara bagus oleh dua orang fisikawan tenar, John Archibald Wheeler dan Edwin Taylor. Mereka mengatakan: “Waktu adalah cara alam untuk mencegah segala-galanya terjadi secara serentak.”

Kebebasan yang kita pakai untuk memilih masa depan kita tidak bersifat mutlak dan tidak setara juga. Kalau kita lahir sebagai lelaki yang ganteng, kaya, dan berotak cemerlang, kita mempunyai pilihan yang terbuka bagi kita lebih banyak daripada yang tersedia kalau kita lahir sebagai lelaki yang jelek, miskin, dan bodoh. Anak panah keberuntungan, peluang yang menempatkan kita dalam suatu lingkungan hidup pada suatu waktu tertentu, menentukan kerangka yang di dalamnya kita mewujudkan kehidupan pribadi kita.

Allah sudah mengetahui masa depan manusia

Namun, banyak ayat Alkitab tampaknya bertentangan dengan konsep bahwa masa depan bahkan sampai suatu batas tertentu adalah milik kita untuk dipilih. Masalah ini bisa disimak dari beberapa kitab dalam Perjanjian Lama.

Dari Kitab Kejadian sampai dengan Kitab Ulangan dalam Perjanjian Lama, implikasi tentang suatu masa depan yang sudah diketahui sebelumnya oleh Allah diulang-ulangi. Berdasarkan kemahatahuan atau Kekinian Kekal (the Eternal Now) dari Allah, Allah berkali-kali mewahyukan masa depan umat Israel sebelum umat-Nya mengalami masa depan itu. Dia, misalnya, mengatakan kepada Abraham, leluhur Israel dan semua orang percaya, bahwa keturunan Abraham – bangsa Israel – akan mengalami perbudakan selama 400 tahun di Mesir kuno. Apa yang Dia katakan memang terjadi jauh sesudah Abraham wafat. Penggenapan nubuat ini terjadi sesuai tindakan umat Israel sendiri. Penggenapan nubuat ini juga melalui syarat-syarat. Berkali-kali, Dia berfirman kepada umat Israel dengan memakai kata “jika.”: jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku (Kel 19:5), . . . [jika] kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini (Ul 11:13), dan seterusnya. Rentetan peristiwa berdasarkan syarat tadi menunjukkan bahwa pilihannya ada pada umat Israel. Mereka menjatuhkan pilihan untuk mematuhi atau mengabaikan syarat-syarat Allah dan menerima akibat dari pilihan-pilihannya, dari kehendak bebasnya.

Pilihan kita memengaruhi masa depan kita

Jadi, Alkitab sudah berbicara secara jelas tentang kehendak bebas. Pilihan kita sekarang memengaruhi masa depan kita.

Pilihan yang kita buat yang sudah diketahui Allah sebelumnya menunjukkan bahwa Allah berada di luar waktu. Pernyataan ini, seperti yang sudah dikatakan, diperkuat sains melalui Ilmu Fisika Kuantum. Ilmu ini menyatakan bahwa alam tidak menetapkan masa depan kita. Kebenaran alkitabiah yang menyatakan bahwa pilihan manusialah yang membentuk aliran peristiwa diperkuat oleh sains tentang masa depan yang tidak bisa diramalkan. Kalau begitu, apakah sang Pencipta tahu masa depan bahkan sebelum kita memilihnya?

Kemahatahuan Allah

Jawaban terhadap pertanyaan ini kembali lagi kepada kedua kerangka acuan yang sudah disebutkan. Ada kerangka acuan di dalam aliran waktu dan ada kerangka acuan di luar aliran waktu. Bagi sang Pencipta, berada di luar waktu mengakibatkan aliran peristiwa tidak mempunyai arti. Tidak ada masa depan dalam arti apa yang “akhirnya” akan terjadi. Masa depan dan masa lampau ada dalam masa kini. Yang berkuasa adalah Kekinian Kekal, yaitu, keserentakan “pengalaman” atau keberadaan semua waktu, eksistensi semua zaman.

Kemahatahuan Allah diperjelas oleh konsep tentang Kekinian Kekal yang bisa disimak dari nama-Nya yang – dalam tradisi Ibrani kuno – dibentuk oleh empat huruf: YHVH, kemudian dieja sebagai Yehovah. Alkitab bahasa Indonesia menerjemahkan nama ini sebagai “Akulah Ada Yang Aku Ada.” Meskipun terjemahan ini tepat, ia kurang memperjelas konsep Kekinian Kekal dari segi kala (tense). Maklum, bahasa Indonesia tidak mengenal konsep kala, seperti yang ada dalam bahasa Inggris. Berdasarkan konsep kala ini, kita bisa memahami arti YHVH lebih jelas dalam bahasa Inggris demikian: I was, I am, I will be. Pengertian Yehovah dalam bahasa Inggris ini menunjukkan bahwa masa lampau, masa kini, dan masa depan semuanya terkandung dalam Kekinian Kekal.

Kekinian Kekal didukung ilmu fisika modern

Ilmu fisika modern pun mendukung kebenaran teologis yang sudah dipertahankan selama lebih daripada 3.000 tahun tentang Kekinian Kekal. Hukum relativitas Einstein menyingkapkan fakta yang mengejutkan bahwa ruang, waktu, dan materi selalu berubah-ubah dan selalu bergantung pada cara yang di dalamnya ketiga komponen alam semesta ini diamati. Satu-satunya konstanta dalam alam semesta kita adalah kecepatan cahaya (sekitar 300.000 kilometer per detik).

Menurut teori Einstein, kemudian dibuktikan oleh eksperimen-eksperimen, semakin cepat orang bepergian relatif dengan benda lain, semakin lambat mengalirnya waktu bagi orang yang bepergian relatif dengan aliran waktu yang diukur pengamat yang berdiri di tempatnya. Pada kecepatan cahaya (kecepatan tertinggi yang dicapai dalam alam semesta kita), waktu sama sekali berhenti mengalir. Waktu semua peristiwa menjadi terkompresi ke dalam masa kini, suatu kekinian tanpa akhir. Hukum relativitas sudah mengubah keberadaan tanpa akhir dari suatu kleim teologis menjadi suatu realitas fisikal.

Ilustrasi tentang suatu supernova

Untuk memahami konsep tentang Kekinian Kekal lebih baik, kita memakai suatu ilustrasi tentang suatu supernova – suatu ledakan cahaya dari sebuah bintang – di masa lampau. Berapa tahun cahaya yang dibutuhkan ledakan cahayanya untuk sampai di Bumi dan diketahui pengamat astronomi?

t014900a

Nebula Kepiting

Suatu bintang supernova yang meledak menyisakan suatu bahan awan gas yang mengembang dengan cepat bernama nebula. Nebula Kepiting dihasilkan ketika suatu bintang dalam galaksi Bima Sakti meledak.

Pada tanggal 23 Februari 1987, Ian Sheldon dan asistennya, Oscar Duhalde, menemukan melalui Observatorium Las Campanas di atas gunung setinggi sekitar 2.400 meter di Cili bagian utara, suatu supernova, suatu hasil ledakan sebuah bintang yang sangat jauh di alam semesta, pada jam 3 pagi. Cahayanya baru mencapai Bumi dan bintang yang meledak itu disebut supernova 1987A.

Jaraknya sejauh 170.000 tahun cahaya dari Bumi. (Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh rambatan cahaya dalam ruang hampa dan dalam satu tahun, yaitu 9.46 triliun kilometer.) Meskipun tampak jauh, jarak ini dekat dalam perhitungan astronomik. Ia supernova paling dekat yang pernah diamati melalui teleskop besar.

Cahaya dari bintang yang meledak itu memulai perjalanannya lewat ruang angkasa selama 170.000 tahun (di Bumi) sebelum Shelton melihatnya untuk pertama kali. Selama 170.000 tahun, cahaya supernova itu melaju diam-diam lewat ruang angkasa, meledakkan terangnya ke segala arah. Sebagian ledakan cahaya itu menuju ke arah tempat Bumi akan ada pada jam tiga pagi pada tanggal 23 Februari 1987.

Pada saat ledakan, manusia Neanderthal – manusia purba yang hidup antara 130.000 dan 40.000 tahun yang lalu – sudah ada di Bumi. Seandainya ada yang menengok ke langit, dia tidak akan melihat hal yang luar biasa. Cahaya supernova itu masih berjarak 170.00 tahun cahaya. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, manusia Cro-Magnon – sejenis manusia prasejarah – membuat alat-alat dan menguburkan orang mati, tapi informasi tentang supernova itu masih belum mencapai Bumi. Sekitar 6.000 tahun yang lalu, roh manusia dihembuskan ke dalam manusia pertama, Adam. Citra tentang sang Pencipta Kekal sekarang hadir di Bumi. Tulisan ditemukan dan untuk pertama kali sejarah direkam dalam bentuk gambar-gambar. Peradaban berkembang subur. Tapi masih belum ada pengetahuan tentang ledakan cahaya itu.

0016d287

Manusia Neanderthal Tengah Menyalakan Api

Menurut para ilmuwan, manusia Neanderthal secara teratur memakai api, diperkirakan untuk memberi kehangatan, terang, dan cara untuk memasak makanan, dan perlindungan terhadap hewan pemangsa.

Sekitar 5.000 tahun yang lalu, Abad Perunggu awal mulai. Seribu lima ratus tahun lagi berlalu dan abjad ditemukan, hanya satu abad sebelum Kitab Taurat diperintahkan untuk ditulis di Gunung Sinai. Bagi mereka yang meneliti langit, tidak ada tanda tentang ledakan bintang itu. Keluarnya bangsa Israel dari Mesir, pembangunan dan penghancuran dua Bait Allah di Yerusalem, revolusi industri di Inggris (1845), Holocaust dalam Perang Dunia II, semuanya berlalu, dan abad perjalanan ruang angkasa dan revolusi informasi tiba. Namun, cahaya supernova itu masih melaju diam-diam dan secara rahasia lewat ruang angkasa. Tanpa peringatan, ledakan cahaya itu tiba pada malam 23 Februari 1987.

Di Bumi sudah berlalu 170.000 tahun. Kampung-kampung dari suku-suku primitif sudah menjadi metropolis-metropolis dan keturunan para gembala sudah belajar untuk berjalan di ruang angkasa. Bayangkan bahwa Anda bukan dari Bumi tapi memiliki kesadaran tanpa semua sisi materialnya. Anda bepergian lewat ruang angkasa dalam sebuah kapal ruang angkasa imajiner tanpa massa; kapal itu melaju pada kecepatan cahaya bersama dengan foton-foton supernova itu selama 170.000 tahun Bumi. Jangka waktu ini dibutuhkan cahaya supernova untuk mencapai kita. Berapa banyak waktu yang sudah Anda sebagai makhluk tak kasatmata alami? Berapa banyak detikan yang sudah dihasilkan jammu?

Jawaban atas pertanyaan tadi mengejutkan, hampir tidak bisa dipahami: jangka waktu atau detikan itu adalah nol! Tidak ada waktu yang berlalu: tidak ada beberapa tahun, beberapa jam, atau beberapa detik yang lewat. Yang ada itu waktu nol. Beda persepsi aliran waktu pada kecepatan cahaya bukan suatu beda kuantitatif dari banyak waktu (170.000 tahun) menjadi waktu yang lebih singkat. Beda aliran waktu adalah suatu beda kualitatif, beda antara keberadaan kita ketika semua peristiwa terjadi melalui suatu aliran waktu yang secara linear tidak berhenti dan suatu keberadaan yang di dalamnya waktu tidak ada. Dari perspektif itu, semua perkembangan yang terjadi selama 170.000 berlangsung secara serempak. Masa lampau, masa kini, dan masa depan sudah membaur menjadi suatu Kekinian Kekal, selalu hadir, dan tidak berakhir. Cahaya berada di luar waktu, suatu fakta alam yang dibuktikan dalam ribuan percobaan pada ratusan universitas.

Pada kecepatan cahaya, besok dan masa depan bisa berada secara serentak dengan hari ini dan kemarin. Waktu tidak berlalu.

Mengapa Alkitab mengkleim bahwa sang Pencipta yang berada di luar waktu mengetahui akhir pada awalnya? Ini bukan karena masa depan sudah secara fisikal terjadi di dalam dunia waktu, ruang, dan materi yang kita alami. Ini karena – seperti yang ditunjukkan Einstein pada kita – dalam aliran waktu, Kekinian Kekal – Akulah Ada Yang Aku Ada – adalah wajar.

Sangat signifikan bahwa cahaya adalah ciptaan pertama dalam alam semesta. Cahaya yang berada di luar waktu dan ruang adalah penghubung metafisikal antara kekekalan tanpa waktu yang mendahului alam semesta kita dan dunia waktu, ruang dan materi yang di dalamnya kita hidup.

Paradoks tentang dualitas gelombang-zarah

Cahaya yang menunjukkan foton mengingatkan kita kembali pada paradoks dualitas gelombang-zarah dari materi subatomik. Paradoks dualitas ini menjadi signifikan kalau kita ingat akan ajaran Kristen tentang iman dalam Perjanjian Baru. Dua sumber alkitabiah dan kaitannya dengan paradoks tadi akan dibahas lebih jauh. Yang pertama adalah definisi iman dalam Kitab Ibrani. Yang kedua adalah kuasa iman yang kecil sekali untuk mengubah rintangan sebesar apa pun.

Definisi iman ada dalam Ibrani 11:1: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Apa yang kita harapkan adalah apa yang kita bayangkan, mimpikan, inginkan, doakan, niatkan – semuanya mengacu pada aktivitas dunia dalam, dunia batin, dunia roh kita. Dasar semua aktivitas ini adalah iman. Kemudian, segala sesuatu yang tidak kita lihat adalah pengertian kita tentang kebenaran Firman Allah bahwa Allah menciptakan alam semesta yang kita lihat sekarang dari “apa yang tidak kita lihat”, termasuk dari zarah-zarah subatomik. Segala sesuatu yang tidak kita lihat mengacu juga pada janji Allah akan suatu masa depan yang lebih baik dan benar yang bisa saja kita tidak lihat atau alami sampai dengan tibanya langit dan bumi yang baru, Yerusalem Baru. Beberapa contoh ini adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.

Dalam bahasa Mekanika Kuantum, iman sesuai definisi tadi mendasari niat kita melihat suatu entitas subatomik sebagai gelombang atau zarah. Selain itu, iman menjadi bukti bahwa entitas subatomik yang tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang itu memang ada sebagai zarah atau gelombang ciptaan Allah jauh sebelum Mekanika Kuantum membuktikannya.

Suatu penerapan dari iman Kristen dikemukakan Yesus ketika Dia berbicara tentang kuasa iman yang kecil sekali untuk mengubah rintangan sebesar apa pun. Dalam Matius 17:20, Dia berkata: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.” Kuasa ini berasal dari Yesus, dibentuk di dunia dalam – di hati, jiwa, dan akal budi – orang yang dipilih-Nya. Dalam dunia kuantum tadi, kita melihat dunia seperti yang kita asumsi adanya dunia itu: melihat suatu materi subatomik sebagai gelombang atau zarah bergantung pada anggapan kita. Asumsi berarti hipotesis, konsep, postulat, premis, proposisi, teori, pengandaian. Asumsi dalam arti-arti ini berisi kebenaran yang bisa berubah. Iman tidak berubah karena adalah bagian dari hukum rohani, hukum ilahi, yang kekal yang diproyeksikan juga pada hukum alam. Tapi mirip dengan dunia kuantum tadi, iman yang sangat kecil memiliki kuasa hebat untuk melihat gunung – yaitu, masalah sebesar apa pun – berpindah: menyaksikan pemecahan secara kreatif atau bahkan secara ajaib dari masalah.

Persamaan dan perbedaan

Jelas, ada persamaan dan perbedaan antara dunia kuantum dan dunia iman Kristen. Kedua-duanya memiliki fokus perhatian: dualitas gelombang-zarah dalam dunia kuantum dan berpindah-tidaknya gunung dalam dunia iman. Dalam dunia kuantum, sifat gelombang atau zarah dari materi subatomik bergantung pada asumsi dan hasil pengukuran kita. Dalam dunia iman, berpindah-tidaknya gunung atau rintangan bergantung pada tinggi-rendahnya kualitas iman orang percaya.

Paradoks dan analogi tentang kebebasan

Apakah kaitan iman dengan kehendak bebas manusia? Pertanyaan ini akan dijawab melalui suatu penjelasan ringkas tentang paradoks tentang kebebasan dan suatu analogi disusul makna tersiratnya.

Sudah dijelaskan bahwa hukum alam membatasi kehendak bebas manusia. Lebih dalam lagi, kehendak bebas – suatu bagian dari paradoks tentang kebebasan – adalah sekaligus keterikatan. Pilihan kita untuk melakukan dosa atau mematuhi perintah Allah adalah sekaligus keterikatan kita pada dosa atau pada perintah Allah. Setiap pilihan atau keterikatan yang kita buat menimbulkan konsekuensinya: mati secara rohani kalau kita tetap berbuat dosa atau hidup secara rohani kalau kita tetap mematuhi perintah Allah. Dalam arti teologis, kehendak bebas manusia tanpa keterpisahannya dari Allah adalah sekaligus keterikatan kehendak bebasnya pada perintah-perintah Allah.

Paradoks dari kehendak bebas ini ada kaitannya dengan iman Kristen. Kalau entitas subatomik dalam dunia kuantum kita ubah menjadi iman dan sifat gelombang-zarahnya menjadi kuat atau lemah, maka ada-tidaknya perubahan sesuatu yang kita harapkan berdasarkan iman dan bukti segala sesuatu yang tidak kita lihat ditentukan oleh kuat-lemahnya iman kita pada Yesus. Kuat-lemahnya iman kita menyiratkan mutu kehendak bebas kita. Tapi mutu kehendak bebas kita adalah sekaligus mutu keterikatan kita. Pada apa? Pada iman di dalam dan melalui Yesus. Sembuhnya wanita yang menjamah jubah Yesus, berubahnya kesehatan dia karena jamahan itu, ditentukan oleh kuatnya iman dia pada Yesus. Seandainya imannya kepada Yesus lemah, dia barangkali tidak akan menjamah jubah Yesus dan, karena itu, kesehatannya tidak akan berubah. Seandainya dia tidak sembuh, dia menunjukkan kehendak bebas yang tidak kuat. Tapi dia sembuh. Mengapa? Imannya pada Yesus kuat, kehendak bebasnya yang terikat pada Yesus pun kuat. Dalam dunia iman, realitas ideal yang kita harapkan berdasarkan iman dan yang adalah bukti yang tidak kita lihat menunjukkan bahwa realitas faktual, gunung rintangan terhadap kehendak bebas kita, bisa dipindahkan atau diubah oleh kuasa ilahi menjadi baik dan benar bagi orang percaya – mereka yang kehendak bebasnya terikat pada Yesus.

14 April 2009

21. Bisakah Kita Muncul dan Hilang Sesuka Hati?

star trek enterprise

Pesawat ruang angkasa Star Trek Enterprise

Anda yang gemar menonton serial “Star Trek” tentu hafal nama Enterprise. Ini kapal ruang angkasa yang menjelajahi bintang-bintang. Tidak mudah bagi kapal itu untuk mendarat di sebuah planet supaya para awaknya bisa keluar. Untuk memecahkan masalah ini, kapal itu tetap berlabuh di ruang angkasa tapi memakai suatu teknologi bernama transporter untuk mengirimkan para awaknya ke planet itu. Caranya? Mereka “dipancarkan” dari Enterprise ke planet itu. Segera mereka lenyap dari kapal itu dan terbentuk kembali di planet itu! Dengan kata lain, transporter memungkinkan awak kapal itu mengalami dematerialisasi dan materialisasi.

star trek transporter

Star Trek Enterprise tengah bersiap memancarkan tiga orang awaknya dengan transporternya.

Bisakah manusia mengalami materialisasi dan dematerialisasi? Apakah pandangan Alkitab tentang masalah materialisasi dan dematerialisasi?

Kesulitan “Memancarkan” Manusia

Dari segi ilmu fisika modern, apakah transporter dalam film rekaan ilmiah yang disutradarai Gene Roddenberry itu bisa diwujudkan dalam kehidupan yang nyata oleh perkembangan iptek di masa depan? Sangat sulit, jawab Lawrence M. Krauss, penulis buku sangat laris, The Physics of Star Trek (New York: BasicBooks, 1995).

Lawrence adalah seorang profesor ilmu fisika dan profesor astronomi serta Ketua Jurusan Ilmu Fisika pada Universitas Case Western Reserve di AS. Selain menulis buku-buku, dia juga sudah menulis lebih dari pada 120 artikel ilmiah. Dia juga memberi kuliah secara luas kepada pendengar awam dan profesional serta sering muncul di radio dan televisi di AS.

Mengapa sangat sulit? Menurut Krauss, ada sangat banyak masalah praktis dan mendasar yang harus dipecahkan sebelum seseorang mampu dipancarkan oleh transporter dari satu tempat ke tempat lain. Masalah yang menantang itu mencakup seluruh segi ilmu fisika dan matematika, termasuk teori informasi, mekanika kuantum, teori Einstein tentang hubungan antara massa dan energi, ilmu fisika tentang partikel-partikel elementer, dan lain-lain.

Atom atau informasi yang ditranspor?

Pemancaran ini melibatkan perdebatan tentang dua masalah pokok. Yang dipancarkan itu atom-atom atau informasi dalam bentuk bit dari seseorang?

Dari segi ilmu fisika, seorang manusia dibentuk oleh suatu pola kombinasi yang rumit dari atom-atom. Berapa jumlah atom pada diri seseorang? Secara kasar, ada sekitar 1028 – atau 1 diikuti 28 nol – atom yang membentuk diri seseorang! Apakah mungkin memindahkan seseorang sebagai atom-atom dari satu tempat ke tempat lain?

Beberapa orang pakar media dijital menyiratkan bahwa cara ini kurang tepat. Atom-atom sendiri, menurut mereka bersifat sekunder; yang lebih penting adalah informasi dalam bentuk bit.

Apa itu bit? Bit adalah nama untuk sistem penyiaran informasi yang dipakai oleh komputer.

Untuk memahaminya, kita perlu perbandingan dengan sebuah buku perpustakaan. Satu buku ukuran saku rata-rata – yang berisi kertas-kertas – tersusun dari sekitar 1026 atom! Kalau cuma ada satu buku perpustakaan tentang suatu topik tertentu dan yang membutuhkannya banyak, maka buku ini tentu dipinjamkan oleh setiap orang secara bergilir. Ini berbeda dengan perpustakaan dijital. Sebuah perpustakaan dijital bisa menyimpan informasi yang sama dari buku perpustakaan tadi dalam bentuk bit. Suatu bit berbentuk angka 0 atau 1, yang digabungkan menjadi kelompok delapan yang disebut byte. Byte menandakan kata atau bilangan.

Informasi dalam bentuk byte lalu disimpan dalam inti memori magnetik dari komputer. Di dalam komputer itu, setiap bit disimpan sebagai kawasan yang termagnetisasi (1) atau tidak termagnetisasi (0). Sekarang sejumlah besar pengguna komputer bisa mengakses lokasi memori yang sama pada komputer pada waktu yang pada dasarnya sama.

Jadi, dalam sebuah perpustakaan dijital, setiap orang di mana pun tidak perlu membeli buku dijital itu. Dia bisa membaca satu buku tunggal dari satu sumber tunggal – komputer. Jelas dari kasus ini bahwa menyimpan informasi dalam bentuk bit lebih penting dari pada menguraikan atom-atom buku perpustakaan tadi kemudian membentuknya kembali sebagai buku bagi setiap pembaca.

Dalam kaitan dengan perdebatan tentang atom dan bit, bagaimana tentang masalah memancarkan orang? Mana yang Anda pindahkan: atomnya atau informasinya? Sepintas lalu, memindahkan seseorang sebagai informasi tampak lebih mudah. Maklum, informasi bisa melaju atau merambat pada kecepatan cahaya. Tapi ini akan sulit dilakukan kalau Anda memindahkan manusia sebagai informasi. Pertama, Anda harus menguraikan orang itu sebagai informasi dan ini tidak gampang. Kedua, Anda harus menggabungkannya kembali menjadi utuh sebagai materi karena orang dibentuk oleh atom-atom.

Tapi manusia tidak dibentuk hanya oleh informasi atau atom-atom. Dia juga punya ingatan, impian, jiwa, roh. Kalau seseorang dipindahkan melalui penguraian atom-atomnya, apakah ini berarti atom-atom dalam tubuhnya diciptakan kembali persis seperti keadaannya sebelum dia diuraikan? Kalau atom-atomnya dibentuk kembali, apakah dia akan sama seperti dirinya sebelum mengalami pemindahan itu, lengkap dengan ingatan, impian, jiwa, dan rohnya?

Masalah lain timbul juga kalau seseorang dipancarkan sebagai informasi. Pengiriman informasi dalam bentuk bit sudah dilakukan melalui Internet. Yang ditranspor adalah aliran data dari, misalnya, rencana yang rinci dari sebuah mobil bersama fotonya. Tapi kesulitan besar akan timbul kalau mobil sesungguhnya dikirim melalui Internet.

Meskipun demikian, timbul dua masalah besar kalau kita mentranspor informasi berbentuk bit. Pertama, masalah pembuangan atom-atom dari tubuh yang ditranspor; dan, kedua, masalah replikasi manusia.

Pertama, masalah pembuangan atom-atom dari tubuh yang ditranspor. Kalau tubuh itu ditranspor dalam bentuk informasi, maka atom-atom pada titik awal harus dibuang dan seperangkat atom yang baru harus dikumpulkan pada titik penampungan. Ini masalah yang sangat sulit. Untuk memecahkannya, Anda memutuskan untuk mengubah semua materi ini menjadi energi murni.

Berapa banyak energi yang dibutuhkan? Rumus E=mc2 dari Einstein memberi jalan ke luar. Anggap saja bahwa orang yang akan Anda kirimkan itu seorang dewasa berbobot 50 kilogram. Anda mengubah materi seberat ini menjadi energi. Berapa besar energi yang Anda butuhkan untuk menguraikan dia menjadi energi murni? Energi transformasi yang Anda butuhkan setara dengan lebih dari seribu bom hidrogen yang masing-masing berkekuatan satu megaton! Sulit membayangkan transformasi energi ini dengan cara yang ramah lingkungan.

Kedua, masalah replikasi manusia. Mereplikasi atau menyalin orang yang akan ditranspor dipandang jauh lebih mudah dari pada mentranspornya karena penghancuran orang asli itu tidak diperlukan. Akan tetapi, replikasi manusia akan menimbulkan kesulitan. Mereplikasi seseorang artinya mereplikasi ingatan dan kepribadiannya. Orang yang direplikasi tidak beda benar dengan program komputer, atau kertas kerja kasar dari sebuah buku yang disimpan pada disket. Kalau salah satu kertas kerja itu rusak atau terserang virus, Anda bisa saja menggantikannya dengan program pendukung.

Untuk mentranspor seseorang sebagai atom-atom, ada masalah lain yang harus dijelaskan lebih dahulu. Itulah masalah tentang definisi materi.

Definisi materi

Apa itu materi? Semua materi tersusun dari atom-atom, dan setiap atom terdiri dari inti yang sangat padat yang dikelilingi oleh awan elektron. Sebuah atom kebanyakan berisi ruang yang hampa.

Kalau atom kebanyakan berisi ruang yang hampa, bukankah materi yang satu melewati materi yang lain? Tidak. Yang membuat sebuah dinding kokoh bukanlah partikel-partikel subatomik melainkan medan listrik di antara partikel-partikel subatomik itu. Ini mengakibatkan tangan saya tidak bisa menembus meja kerja saya sekehendak hati ketika saya memukul meja itu. Pukulan tangan saya mengalami penolakan listrik yang dirasakan oleh elektron-elektron pada tanganku. Elektron-elektron di tanganku merasakan penolakan ini karena ada juga elektron-elektron dalam atom-atom meja kerja saya. Jadi, pukulan tangan saya tidak bisa menembus meja kerja saya bukan karena kurangnya ruang yang tersedia bagi elektron-elektron untuk lewat melainkan karena penolakan oleh medan listrik dalam meja kerja itu.

Medan-medan listrik ini tidak hanya membuat materi menjadi kongkrit. Dengan kata lain, medan-medan listrik ini tidak hanya menghentikan benda yang satu melewati benda yang lain. Medan-medan ini juga menahan materi sehingga menjadi utuh.

Kalau begitu, apa yang bisa dibuat supaya benda yang satu bisa melewati benda yang lain? Ubahlah medan listrik dengan mengatasi kekuatan penyatuan dari forsa listrik.

Akan tetapi, mengatasi forsa listrik ini membutuhkan energi. Secara singkat, haruslah terjadi energi ikat atau tenaga ikat. Di dalam atom, tenaga ini mengikat proton dan neutron dalam suatu inti yang membentuk energi yang jutaan kali lebih kuat dari pada energi ikat atom. Energi yang hebat ini bisa dilepaskan melalui reaktor nuklir atau senjata nuklir.

Dibanding dengan ikatan proton dan neutron, energi ikat antara partikel-partikel elementer bernama kuark-kuark jauh lebih kuat. Menurut perhitungan, dibutuhkan jumlah energi yang tak terbatas untuk memisahkan kuark-kuark yang membentuk setiap proton atau neutron dalam atom.

Apakah energi ikat antara kuark-kuark bisa dilepaskan juga? Bisa. Untuk melepaskan ikatannya, Anda perlu mendidihkan inti atom sampai dengan sekitar 1.000 miliar derajat! Ini kira-kira sejuta kali lebih panas dari pada suhu pada inti Matahari! Sesudah energi kuark-kuark dilepaskan pada suhu ini, materi tiba-tiba kehilangan hampir semua massanya. Materi lalu berubah menjadi radiasi; dengan kata lain, materi mengalami dematerialisasi.

Jadi, untuk mengatasi masalah energi ikat atau tenaga ikat dari materi pada tingkatnya yang paling mendasar, Anda harus mendidihkannya sampai mencapai suhu 1.000 miliar derajat. Dalam kesatuan energi, ini berarti Anda harus menyediakan sekitar 10 persen massa rihat – massa yang tidak bergerak – dari proton dan neutron dalam bentuk panas. Karena itu, untuk mendidihkan suatu contoh sebesar seorang manusia sampai mencapai tahap ini, Anda membutuhkan sekitar 10 persen energi itu untuk menghancurkan bahan itu. Energi sebesar 10 persen ini setara dengan seratus bom hidrogen yang masing-masing berkekuatan 1 megaton!

Kesimpulan

Pendek kata, tidak mudah memindahkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain dengan “memancarkannya”, entah sebagai atom-atom atau sebagai informasi berbentuk bit. Menurut Lawrence M. Krauss, upaya ini melibatkan masalah mekanika kuantum, ilmu fisika partikel, ilmu komputer, hubungan massa-energi dari Einstein, dan bahkan adanya jiwa manusia. Tentu kesimpulannya berdasarkan pengetahuan terkini yang dia peroleh sampai dengan saat dia menerbitkan bukunya pada tahun 1995, khususnya dalam ilmu fisika modern.

Muncul-Hilangnya Yesus Sulit Dijelaskan

Dari kesimpulan Krauss, kita bisa memastikan bahwa cara Yesus muncul dan hilang sesudah kebangkitan-Nya sulit dijelaskan melalui teknologi pemancaran. Alkitab bercerita bahwa Yesus hadir dalam ruang tertutup dan lenyap dari ruang itu tanpa proses fisikal apa pun yang dijelaskan Krauss tadi. Tidak ada teknologi yang “memancarkan” Yesus sebagai hasil uraian atom-atom-Nya, sebagai informasi berbentuk bit, atau sebagai energi murni dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, tidak ada laporan Perjanjian Baru tentang pelepasan energi yang sangat dahsyat yang menimbulkan dentuman yang dahsyat ketika Dia muncul dan hilang sesuai kehendak-Nya. Jadi “materialisasi” dan “dematerialisasi” Yesus tanpa dentuman dan radiasi energi thermal yang mematikan; kedua proses ini - sulit dijelaskan - terjadi atas kehendak-Nya sendiri karena Dia Pencipta dan Penguasa materi.

Raibnya Orang Kristen di Angkasa Karena Pemancaran?

Paulus menyibak cara orang-orang Kristen yang sudah mati dan yang masih hidup diangkat Tuhan secara ajaib ke angkasa. Dalam 1 Tesalonika 4:16-17, dia menulis: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.”

rapture3

Suatu lukisan tentang terangkatnya orang-orang percaya ke angkasa.

Suatu waktu di masa depan, orang-orang Kristen yang mati dan hidup akan diangkat hidup-hidup untuk menyambut Tuhan di angkasa ketika Dia datang kembali. Akan tetapi, penjelasan Paulus tentang bagaimana mereka mengalami pengangkatan itu begitu singkat dan umum sehingga kita sulit menentukan apakah cara pengangkatan ini berkat pemanfaatan teknologi pemancaran atau tidak.

rapture2

Lukisan lain tentang orang-orang percaya yang terangkat ke awan-awan; yang belum atau tidak terangkat berdiri menyaksikan peristiwa ajaib itu.

Dia mulai dengan menjelaskan secara sangat ringkas dan umum beberapa tahap atau prosedur pengangkatan itu. Tahap-tahap apakah itu?

Pertama, pengangkatan didahului dengan pemberian tanda yang bisa didengar setiap orang Kristen yang akan diangkat. Penghulu malaikat berseru dan sangkala Allah berbunyi. Apakah kedua sumber bunyi sebagai tanda tadi memang akan terdengar persis seperti yang ditulis Paulus? Ataukah kedua sumber bunyi itu adalah analogi tentang adanya suatu energi yang bisa didengar yang menghasilkan transportasi orang-orang percaya itu ke angkasa? Kita sulit memastikan energi bunyi apakah yang menandakan awal pengangkatan orang-orang Kristen itu. Dengan demikian, kita pun sulit memperkirakan bahwa pengangkatan itu hasil pemancaran besar-besaran umat percaya ke angkasa untuk menyongsong Tuhan.

Kedua, ketika tanda tadi dibunyikan, “Tuhan sendiri akan turun dari sorga.” Caranya Dia turun: langsung atau dengan memakai kendaraan sorgawi? Paulus tidak menjawab pertanyaan ini kecuali dengan menyiratkan bahwa Tuhan akan berada hanya di angkasa, jadi tidak akan ada di permukaan Bumi. Entah secara langsung entah tidak, turunnya Tuhan dari sorga akan diketahui melalui kedua tanda bunyi tadi.

Ketiga, apakah sorga suatu dimensi atau keberadaan yang lain – semacam alam semesta paralel? Kalau sorga memang realitas lain, apakah turunnya Tuhan dari sorga berarti Dia menembus dinding dimensional alam semesta kita melalui kedua tanda bunyi itu supaya kita mampu melihat-Nya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan diberikan ketika kita membicarakan masalah sorga secara khusus.

Keempat, apakah turunnya Tuhan dari sorga akan tampak di seluruh dunia? Kalau memang demikian, bagaimanakah Dia akan tampak: melalui televisi di dunia atau semacam televisi angkasa? Paulus tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Entah dengan satu dan lain cara, Tuhan akan menampakkan diri-Nya pada umat manusia, khususnya umat percaya yang akan diangkat-Nya ke angkasa.

Kelima, baik mereka yang mati dalam Kristus dan akan dibangkitkan maupun orang Kristen yang hidup akan diangkat bersama-sama ke angkasa. Untuk apa? Untuk “menyongsong Tuhan di angkasa” supaya “kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan". Dia menyiratkan bahwa orang Kristen akan mengalami transformasi dari dunia caturdimensional ke dimensi lebih “tinggi,” yaitu kekekalan bersama-sama dengan Tuhan di sorga.

Keenam, Paulus secara singkat menjelaskan cara orang Kristen yang mati lalu dibangkitkan dan orang Kristen yang hidup menyongsong Tuhan di angkasa. Mereka semua akan diangkat bersama-sama “dalam awan". Apakah yang dimaksud dengan frasa ini? Kita tidak tahu maknanya karena Paulus tidak memperjelasnya. Yang jelas terjadi suatu proses transformasi misterius dari dunia caturdimensional ke dalam dimensi lain di angkasa sebelum orang Kristen diangkat masuk sorga, berada bersama-sama dengan Tuhan dalam kekekalan. Dengan demikian, kita tidak bisa menetapkan apakah proses transformasi ini hasil pemancaran orang Kristen, entah sebagai atom-atom, informasi, atau energi murni.

Apokalipse Berarti “Menerobos” atau Menyingkapkan Yohanes, salah seorang rasul Yesus, menulis Kitab Wahyu di pulau Patmos, sebuah pulau di lepas pantai Turki masa kini. Kata “wahyu” berasal dari kata Yunani kuno Apocalypse. Kata ini berarti “menerobos” atau menyingkapkan. Yohanes diizinkan Yesus untuk “menerobos” dinding dimensi manusia untuk menyingkapkan rahasia-rahasia sorgawi yang akan terwujud di masa depan bagi kita.

Langit yang baru dan bumi yang baru

Dalam suatu rangkaian penglihatannya yang luar biasa, Yohanes memerikan langit yang baru, bumi yang baru, dan Yerusalem Baru yang akan datang. “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya” (Wahyu 21:1-2).

Penglihatan Yohanes bisa kita bagi dalam dua pokok. Pertama-tama, dia melihat langit yang baru dan bumi yang baru. Kemudian, dia melihat Yerusalem yang baru.

new jerusalem

Yerusalem yang baru, menurut suatu lukisan.

Dalam Prophecies of Heaven The Last Frontier (New York: Bantam Books, 1990), Grant R. Jeffrey menjelaskan langit yang baru, bumi yang baru, dan Yerusalem yang baru. Menurutnya, langit atau sorga adalah tempat kediaman Allah dan sejumlah besar malaikat. Kota Yerusalem yang baru kini berlokasi di sorga. Di masa depan, Yerusalem yang baru akan turun ke bumi yang baru tempat ia akan berada di antara banyak kota besar yang baru di bumi yang baru. Akan tetapi, Yerusalem yang baru berbeda dengan kota-kota besar baru lainnya. Yerusalem yang baru akan menjadi suatu tempat yang khusus: tempat kediaman Mempelai Kristus – Kristus dan jemaat milik-Nya. Sebelum Yerusalem yang baru turun dari langit, baik langit maupun bumi masa kini sudah dimurnikan – melalui api – dari dosa-dosa. Dengan kata lain, dosa tidak akan ada dalam langit yang baru dan bumi yang baru atau Yerusalem yang baru karena ketiga tempat ini kekal.

Penjelasan Jeffrey menunjukkan bahwa langit yang baru, bumi yang baru, dan Yerusalem yang baru memiliki dimensi-dimensi yang baru. Sorga tentu punya dimensi tersendiri, tapi Yerusalem yang baru akan berada dalam dimensi ruang-waktu yang dibaharui di Bumi. Jadi, sorga sebagai dimensi yang lebih “tinggi” mewariskan Yerusalem yang baru kepada bumi yang baru, suatu tempat caturdimensional.

Di manakah persisnya lokasi sorga?

Alkitab tidak menyingkapkan lokasi tepat dari sorga. “Banyak orang percaya ia pasti berada dalam dimensi lain,” kata Jeffrey. “Akan tetapi, Alkitab selalu memerikan lokasi sorga sebagai berada ‘di atas’ dan ‘di utara’.” (Billy Graham, penginjil kenamaan asal AS itu, menambahkan bahwa kompas pada kapal laut atau pesawat terbang, misalnya, selalu menunjuk ke utara – mungkinkah itu lokasi sorga?) Beberapa orang ahli astronomi yang adalah juga pemeluk Kristen percaya bahwa sorga boleh jadi berada “dalam dimensi kita yang jaraknya bertahun-tahun cahaya jauhnya dari Bumi kita dalam suatu arah bagian utara,” Jeffrey menjelaskan.

heaven gates

Gerbang-gerbang menuju sorga, menurut bayangan seorang pelukis.

Lanjutan penjelasan Grant R. Jeffrey belum mampu mendefinisikan ciri-ciri sorga, ditinjau dari teori tentang ruang hiper. Lokasi itu mungkin memiliki dimensi yang lebih “tinggi” atau dimensi ruang-waktu kita yang sudah diperbaharui.

08 April 2009

20. Mati Adalah Hidup!

Pengantar: Karena tulisan ini melibatkan teori mekanika kuantum, Anda yang belum memahaminya secara mendasar dipersilahkan membaca Fisikawan Yahudi di Balik Ilmu Fisika Kuantum dan Fisikawan Yahudi di Balik Teori Segala Sesuatu dalam http://yahudidiaspora.blogspot.com (Oktober 2008) dan tulisan nomor 19 sebelum membaca tulisan ini. Pemahamanmu akan mempermudah Anda mengikuti tulisan ini.

Dalam suatu eksperimen di dalam sebuah laboratorium, seorang wanita muda diperintahkan untuk menembak mati seorang lelaki tua, dengan menembakkan peluru dari sebuah senapan mesin. Senapan itu diletakkan di tengah-tengah lantai laboratorium. Wanita itu berada pada panel kontrol, dan siap menekan sebuah tombol merah. Tapi senapan mesin itu disetel begitu rupa sehingga setiap kali tombol merah itu ditekan, senapan itu entah menembak atau entah tidak menembak lelaki tua itu. Bunyi tembakan terdengar kalau senapan mesin itu menembak sementara bunyi klik terdengar bila senapan itu gagal menembak. Entah menembak atau entah tidak, peluang wanita muda itu untuk menembak mati atau tidak menembak mati lelaki tua itu ditetapkan secara acak.

"Saya Abadi!"

Jari-jari wanita muda itu gemetar karena dia tidak ingin membunuh lelaki tua yang juga tegang menjalani eksperimen itu. Sambil menggigit bibirnya dan hampir takut melihat wajah lelaki tua itu, dia memaksa dirinya menekan tombol merah itu. Hasil menekan pertama dan kedua: senapan mesin itu mengeluarkan bunyi klik. Ini dari sudut-pandang wanita itu. Dari sudut-pandang lelaki tua itu, dia pun mendengar bunyi klik itu. Tapi pada percobaan menekan yang ketiga, senapan itu meletus, sekali lagi dari sudut-pandang wanita muda itu. Dia pun menjerit dan berlari ke arah lelaki tua itu, sekarang tewas dan bersimbah darah. Dari sudut-pandang korban yang tertembak? Dia hanya mendengar bunyi klik berkali-kali. Tapi pada bunyi klik yang keseratus, suatu insiden yang membuat wanita muda itu melongo sambil membelalakkan matanya terjadi. Lelaki tua itu keluar dari jalur penembakan, tersenyum sebagai tanda kemenangan dan memeluk asistennya. “Benar ‘kan teoriku,” katanya. “Saya abadi!”

Realitas yang Beraneka Ragam

Meskipun adegan tadi suatu eksperimen pikiran, Anda mungkin bingung. Tidak masuk di akal, katamu. Dari sudut-pandang wanita itu, atasannya sudah ditembak mati ketika dia menekan tombol merah itu pada percobaan yang ketiga. Tapi dari sudut-pandang lelaki itu, dia mendengar untuk keseratus kalinya rentetan bunyi klik yang tidak berbahaya dan keluar dari jalur penembakan tanpa terluka sedikit pun. Bagaimana mungkin lelaki tua itu bisa tewas dan tidak tewas sekaligus? “Hanya ada satu cara [untuk menjawab pertanyaan ini]: kalau ada lebih daripada satu realitas,” kata Marcus Chown, penulis buku The Universe Next Door (Kent: Review, 2003).

Chown adalah Konsultan Kosmologi untuk majalah New Scientist. Dia seorang fisikawan tamatan Universitas London dan ahli astrofisika tamatan Institut Teknologi Kalifornia, AS.

Anggap saja bahwa setiap kali senapan mesin itu akan menembakkan sebuah peluru, peluru itu ditembakkan dan tidak ditembakkan. Dengan kata lain, alam semesta terbelah menjadi dua realitas yang sama sekali terpisah. Dalam realitas pertama, wanita itu melihat lelaki itu tertembak. Dalam realitas lain, suatu versi dari wanita yang sama melihat bahwa suatu versi dari lelaki yang sama hidup. Kali berikut ketika senapan itu akan menembak lagi, peluru ditembakkan dan tidak ditembakkan lagi, dan alam semesta terbelah menjadi dua realitas lagi, dengan dua versi lagi dari lelaki dan wanita itu. Rangkaian ini berlangsung terus-menerus.

Percobaan laboratorium tadi dilakukan untuk menguji kepercayaan lelaki itu bahwa ada realitas yang beraneka ragam. Kalau dia keliru dan hanya ada satu realitas, dia tentu melakukan tindakan bunuh diri ketika senapan mesin itu menembaknya dan menewaskannya. Akan tetapi, kalau dia benar dan realitas yang beraneka ragam ada, selalu akan ada realitas yang di dalamnya suatu versi dari dirinya sendiri tidak mendengar bunyi tembakan apa pun kecuali bunyi klik yang buram, sebanyak apa pun senapan itu menembaknya.

Jadi, apakah realitas yang beraneka ragam (multiple realities) memang ada? Sejak 1999, makin banyak fisikawan percaya bahwa ia ada. Mereka menerima penafsiran tentang Banyak Dunia yang digagaskan Hugh Everett III pada tahun 1957.

Alasan mereka? Realitas yang beraneka ragam ini bisa menjelaskan salah satu misteri paling besar dari sains masa kini, yaitu, perilaku atom yang menantang logika manusia. Mengapa dunia atom berperilaku sangat berbeda dengan dunia sehari-hari yang berisi orang-orang, pepohonan dan meja-meja? Mengapa satu atom individual yang ditembakkan melalui suatu celah ganda bisa muncul pada dua tempat sekaligus sementara seseorang, sebatang pohon, atau sebuah meja tidak bisa muncul dengan cara demikian?

Seperti yang sudah dijelaskan, sebuah atom bisa muncul pada dua tempat sekaligus karena ia terisolasi dari pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sementara itu, benda-benda yang besar seperti seseorang, sebatang pohon, atau sebuah meja tidak bisa berada pada dua tempat sekaligus karena ada pengaruh lingkungan di sekitarnya, ada dekoherens.

Teori dekoherens tidak berasal dari Everett III. Ia digagaskan tahun 1970-an dan 1980-an oleh Heinz-Dieter Zeh dari Universitas Heidelberg di Jerman dan Wojciech Zurek dari Laboratorium Nasional Los Alamos di New Nexico, Amerika Serikat.

Para fisikawan yang menerima interpretasi Banyak Dunia menyatakan “ada realitas yang tidak habis-habisnya yang saling bertumpuk-tumpuk seperti halaman-halaman sebuah buku yang tidak pernah selesai dibuka,” tulis Marcus Chown. “Jadi ada sejumlah versi yang tak terhitung banyaknya dari Anda yang tengah menjalani sejumlah yang terhitung banyaknya dari kehidupan yang berbeda-beda dalam sejumlah yang tak terhitung banyaknya dari realitas-realitas paralel. Dalam beberapa dari realitas ini, Anda tidak pernah membuka buku ini, tidak pernah mulai membaca kata-kata ini. Dalam realitas lain, Anda punya pendidikan yang sama sekali berbeda, mengembangkan minat yang berbeda secara radikal, memperoleh sahabat-sahabat yang sama sekali berbeda.”

Realitas yang berdekatan dan berjauhan

Selanjutnya, ada realitas yang saling berdekatan. Realitas ini mirip sekali satu dengan yang lainnya. Sejarah kedua realitas ini sama.

Akan tetapi, ada juga realitas yang saling berjauhan. Realitas-realitas macam ini bisa sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam realitas tertentu yang tak terhitung banyaknya, ada, misalnya, Bumi-Bumi yang tidak dihancurkan oleh suatu dampak komet 65 juta tahun yang lalu dan mengakibatkan dinosaurus-dinosaurus berkembang menjadi makhluk-mahkluk yang cerdas. Ada Bumi-Bumi tempat Revolusi Industri mulai di Cina dan bukan di Inggris. Di tempat-tempat ini juga, Marilyn Monroe, bintang film cantik asal AS tahun 1950-an dan 1960-an, menikahi Albert Einstein dan Jerman Nazi berjaya dalam Perang Dunia Kedua.

Dalam hubungan dengan usia manusia, realitas yang beraneka ragam bisa memberi pengaruh yang berbeda-beda. Dalam beberapa realitas, Anda bisa hidup abadi sementara dalam realitas lain, orang mengalami kematian – seperti di Bumi kita.

Hasil pengembangan mekanika kuantum

Apakah kemungkinan-kemungkinan tadi bisa terjadi pada siapa saja di Bumi? Tidak. Kemungkinan-kemungkinan tadi – seperti lelaki tua yang mati dan hidup sekaligus dalam eksperimen di awal tulisan ini – terjadi sebagai hasil pengembangan teori tentang mekanika kuantum, khususnya tentang kemampuan satu atom individual untuk berada di dua tempat sekaligus. Di luar penjabaran teori kuantum macam ini, setiap orang yang akan mati mengalaminya secara bertahap, bukan seketika.

Tiga kriteria

Akan tetapi, kalau ada orang yang ingin mengalami kondisi hidup dan mati sekaligus berdasarkan teori kuantum, mereka harus memenuhi tiga kriteria. Pertama, proses menuju maut haruslah benar-benar suatu proses kuantum. Dengan menempuh proses ini, orang yang terlibat memasuki suatu superposisi atau kondisi berada di dua tempat sekaligus yang di dalamnya mereka mati dan hidup sekaligus. Kedua, orang itu harus dibunuh begitu cepat sehingga mereka tidak menyadari hasil dari taruhan kuantum dari kondisi mati atau hidup. Kalau tidak, selama satu atau dua detik, ada suatu versi yang sangat tidak bahagia tentang orang yang tahu pasti bahwa mereka akan mati. Ini merusak seluruh efek yang diinginkan. Ketiga, orang itu harus mengambil risiko kematian, bukan hanya mengalami cedera.

Manusia Mengalami Hanya Satu Realitas

Apakah spekulasi-spekulasi tentang realitas-realitas yang beraneka ragam disukai para fisikawan? Tidak. Mereka senang bahwa kita hidup dalam suatu alam semesta caturdimensional, yaitu alam semesta dengan kesatuan ruang tridimensional dan waktu. Otak manusia diketahui dilindungi terhadap superposisi; ini mengakibatkan manusia mempersepsi ruangwaktu yang wajar. Dengan mengakui kemungkinan akan adanya realitas yang beraneka ragam, para fisikawan mengatakan kita beruntung karena dekoherens menjamin bahwa kita mengalami berbagai realitas tidak secara serempak tapi secara berurutan. Dengan kata lain, akal budi kita terbiasa mengalami hanya satu realitas dari sekian banyak realitas yang ada.

Gagasan tentang multiverse – singkatan dari multi-universe – menunjukkan bahwa ada lebih daripada satu alam semesta. Alam semesta kita hanya salah satu dari sejumlah sangat besar dari alam-alam semesta yang lain. Bukti bahwa ada alam semesta yang beraneka ragam berasal dari hukum-hukum fundamental yang mengendalikan alam semesta. Salah satu hukum ini menyatakan bahwa alam semesta yang beraneka ragam tampak “disetel halus” supaya manusia, atau sekurang-kurangnya makhluk-mahkluk hidup, bisa berada.

Apakah semua multiverse mampu menunjang kehidupan? Max Tegmark, seorang fisikawan asal Swedia, berkesimpulan bahwa alam semesta kitalah yang ideal. “. . . hanya dalam suatu alam semesta dengan tiga dimensi ruang dan satu waktu itulah ilmu fisika bisa menyediakan tiga hal – kekayaan, prediktibilitas, dan stabilitas yang diperlukan untuk membangkitkan gejala menarik seperti hidup,” tulis Marcus Chown. Lanjutnya, prospek tentang ruangwaktu yang lain tampak cukup suram.

Uraian sejauh ini mengembangkan dua gagasan dasar dalam ilmu fisika modern. Pertama, gagasan tentang realitas yang beraneka ragam; dan, kedua, gagasan tentang multiverse.

Kedua gagasan dasar ini sama-sama menyatakan bahwa ada banyak realitas atau alam semesta – termasuk alam semesta paralel – di samping alam semesta yang kita alami. Alam semesta yang lain itu berisi Bumi-Bumi dengan setiap orang manusia di Bumi kita sebagai “salinan” yang mengalami sejarah perkembang-biakannya yang – meskipun sama dalam pokoknya – berbeda. Kalau bentuk-bentuk hidup ini adalah hasil dari penerapan hukum-hukum mekanika kuantum, maka bisa saja terjadi sejarah hidup yang berlawanan antara setiap individu asli di Bumi kita dengan “salinannya” dalam realitas yang lain. Misalnya, kalau seorang individu di Bumi mati, salinannya dalam realitas lain hidup atau sebaliknya.

Selanjutnya, kedua gagasan dasar tadi menunjang suatu konsep dasar bahwa alam semesta kitalah yang ideal bagi perkembangbiakan hidup kita. Manusia diciptakan untuk mengalami alam semesta caturdimensional yang mencakup kesatuan ruang dan waktu. Kemampuan kita berkembangbiak di Bumi kita dipenuhi oleh tiga persyaratan dasar: kekayaan, prediktabilitas, dan stabilitas. Selain itu, akal budi kita diciptakan untuk tidak mengalami sekian banyak realitas sekaligus tapi mengalaminya secara berurutan. Pengalaman akal budi ini mencegahnya dari kekacaubalauan pengalaman kalau superposisi atau kemampuan mengalami lebih daripada satu realitas secara serempak menerpanya secara konstan.

Realitas menurut Alkitab

Ringkasan dari uraian sejauh ini akan kita soroti lebih lanjut dengan membandingkannya dengan realitas atau alam semesta menurut pandangan alkitabiah. Michio Kaku berbicara tentang ruang hiper dan istilah ini boleh dikatakan adalah bagian dari realitas yang beraneka ragam, dari multiverse. Apakah pandangan alkitabiah tentang ruang hiper kalau ia memang ada?

Misteri bayangan pada Kain Kafan dari Turin

Shroud of turin1 Wajah tridimensional pada Kain Kafan dari Turin, dipercaya jutaan orang Kristen di seluruh dunia sebagai wajah Yesus ketika dimakamkan sesudah dibungkus dengan kain kafan. Para ilmuwan belum mencapai kesepakatan tentang wajah siapakah yang ada pada kain kafan terkenal itu.

Salah satu jawaban terhadap pertanyaan ini bisa kita simak dari misteri suatu bayangan pada Kain Kafan dari Turin. Kain ini mengacu pada sehelai kain lenan berusia ratusan abad yang menampakkan bayangan seorang lelaki “misterius” dari Israel kuno. Bayangan itu menampakkan seorang lelaki dewasa yang mati karena penyaliban pada sehelai kain kafan yang masih disimpan pada sebuah gedung khusus di Turin, sebuah kota di Italia. Yang mencengangkan adalah bahwa bayangan itu tercetak seperti foto tridimensional.

Sejak 1898, kain kafan itu sudah menjadi obyek penelitian multidimensional dari berbagai pakar. Sesungguhnya, kain itu adalah satu-satunya artefak yang paling banyak dikaji dalam sejarah manusia. Kita sekarang mengetahui lebih banyak tentang kain itu daripada sebelumnya.

Apakah “cetakan” atau bayangan pada Kafan dari Turin itu adalah tubuh Yesus di kubur? Para ahli belum menenemukan suatu jawaban final, tapi jutaan orang Kristen percaya itulah kain yang dipakai untuk membungkus tubuh Yesus sebelum dimakamkan. Sampai sekarang, kontroversi seputar bayangan pada kain kafan itu masih berlanjut.

Kalau kain kafan dari lenan itu memang berasal dari kubur tempat Yesus dimakamkan, bagaimana bisa terjadi bayangan tubuh Yesus yang mati tercetak secara tridimensional pada kain itu? Dengan kata lain, bagaimanakah Sesuatu Yang Mati bisa memancarkan energi pada sehelai kain lenan dari Israel kuno dan membentuk suatu bayangan tridimensional?

Beberapa orang peneliti sepakat bahwa bayangan itu terbentuk oleh radiasi energi. Radiasi itu mirip kilatan cahaya foto pemotretan yang terjadi dalam sekejap waktu dan menyoroti setiap bagian tubuh yang mati pada kain kafan itu.

Dari mana sumber yang menghasilkan radiasi energi pada kain kafan itu? Sumber radiasi itu berasal dari transformasi yang terjadi pada saat kebangkitan Yesus dari maut. Dia berpindah dari satu medium ke medium yang lain. Dengan kata lain, Yesus – kalau bayangan itu memang dari tubuh-Nya – dibangkitkan dari kematian menuju dunia multidimensional yang disebut inspace oleh para ilmuwan.

Shroud of turin3

Bayangan tridimensional pada Kain Kafan dari Turin dipotret secara lengkap.

Kalau bayangan itu nanti terbukti adalah hasil cetakan tubuh Yesus yang mati lalu bangkit dengan mengalami proses tadi, apa relevansinya dengan kedua gagasan dasar tadi? Pernyataan para ilmuwan tentang dunia multidimensional atau inspace itu menyiratkan pengakuan mereka akan realitas yang beraneka ragam atau multiverse.

Anda yang berminat mengetahui lebih jauh tentang misteri Kain Kafan dari Turin dipersilahkan membuka http://www.shroud.com dan membaca tulisan khusus tentang kain kafan ini.

Tapi apakah memang begitu cara Yesus bangkit dari maut? Apakah memang ada realitas yang multidimensional, menurut Alkitab? Kali ini, kita perlu menyoroti manifestasi kuasa kebangkitan-Nya, menurut kesaksian Perjanjian Baru.

Tubuh alamiah dan rohaniah

Perjanjian Baru berbicara tentang tubuh alamiah dan tubuh rohaniah. Ini kita tahu dari 1 Korintus 15:44-47: Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah. Seperti ada tertulis: “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.

Dalam salah satu surat Paulus tadi, Tuhan membedakan antara tubuh alamiah dan tubuh rohaniah. Tubuh alamiah adalah tubuh manusia normal yang dimiliki Adam dan semua orang. Tubuh rohaniah adalah tubuh kita yang mengalami kebangkitan dari maut di masa depan. Tubuh ini akan mirip dengan tubuh yang dipertunjukkan Yesus sesudah kebangkitan-Nya dari maut.

jesus resurrection

Yesus Sesudah Bangkit dari Maut

Lukisan ini menunjukkan kuasa kebangkitan Yesus dari maut; tubuh rohaniah-Nya berada di dalam dan di luar ruangwaktu.

Pada ayat-ayat lain, Paulus memperjelas ciri-ciri tubuh alamiah dan tubuh rohaniah ini. Tubuh alami kita di Bumi “dapat binasa”, tapi tubuh rohaniah kita yang diperoleh sesudah kita mengalami kebangkitan dari maut dan berada di sorga “dalam keadaan tidak dapat binasa . . .” Perubahan melalui kuasa ilahi ini akan terjadi karena “kita semua akan berubah” (1 Kor 15:52-54).

Alkitab jelas menjanjikan kepada kita tubuh rohaniah yang nyata dan kekal. Meskipun bersifat rohaniah, tubuh baru kita bersifat nyata. Tubuh sorgawi ini punya daging dan tulang dan keunikannya dan karena itu identitasnya sendiri. Selain itu, tubuh baru kita kekal: ia bebas dari maut, penyakit, dan kehancuran.

Enam ciri khas tubuh rohaniah Yesus

Contoh paling agung dari tubuh rohaniah kita adalah tubuh Yesus sesudah Dia bangkit dari maut. Sebelum wafat-Nya, Yesus menjanjikan kepada kita bahwa dalam kebangkitan kita dari maut, kita akan memiliki tubuh yang mirip tubuh-Nya yang akan bangkit dari maut.

Kita memerhatikan sekurang-kurangnya enam ciri khas tubuh rohaniah-Nya. Ciri-ciri ini menyiratkan realitas yang beraneka ragam dan bahkan tanpa dimensi (dimensionless reality).

Pertama, tubuh rohaniah-Nya kekal. Ini dibuktikan oleh kebangkitan Yesus dari maut. Kita pun yang diselamatkan-Nya akan memiliki tubuh yang kekal. Tubuh rohaniah yang kekal merujuk pada tubuh yang tidak dikuasai ruangwaktu, tubuh dari realitas tanpa dimensi.

Kedua, tubuh rohaniah-Nya punya ciri yang sulit dipastikan di awal kebangkitan-Nya. Ini mengakibatkan Maria Magdalena mula-mula tidak bisa mengenal-Nya. Sesudah berada bersama Dia selama beberapa saat, Dia lalu dikenal oleh Maria Magdalena yang sudah mengenal-Nya semasa Dia hidup.

Apakah awal kebangkitan kita dari maut akan menunjukkan ciri seperti ini? Mungkin tidak. Ada beda besar antara waktu kebangkitan Yesus dan waktu kebangkitan kita dari maut. Sesudah bangkit, Yesus masih ada di Bumi, khususnya di Israel kuno pada zaman-Nya, selama 40 hari sebelum Dia naik ke sorga. Penampakan-Nya pada berbagai orang dengan demikian terjadi di dunia. Barangkali, ketidakmampuan Maria Magdalena untuk mengenali kembali Yesus pada awal perjumpaan mereka terjadi karena dia dibatasi oleh tubuh alamiahnya untuk mengenal tubuh rohaniah Yesus secara langsung. Waktu kebangkitan kita dari maut akan terjadi di masa depan. Kita akan memiliki tubuh rohaniah, dan ketika itu kita akan terangkat ke sorga. Di sana, kita akan berjumpa dengan anggota-anggota keluarga, kerabat, dan sahabat-sahabat kita yang sudah mendahului kita. Karena kita semua memiliki tubuh rohaniah, kita mungkin akan saling mengenal secara langsung.

Ketiga, tubuh rohaniah-Nya berdaging dan bertulang. Ini tidak berarti tubuh-Nya sama dengan tubuh alamiah-Nya sebelum Dia bangkit dari maut. Ini juga tidak berarti tubuh rohaniah-Nya sama dengan “tubuh” hantu, suatu kepercayaan yang ada juga dalam ingatan kolektif orang-orang Yahudi zaman Yesus. Tubuh rohaniah-Nya mirip tapi berbeda dengan tubuh alamiah-Nya. Boleh dikatakan tubuh alamiah-Nya adalah tubuh baru yang memanifestasikan tubuh rohaniah-Nya.

Rincian tentang ciri khas ini dikisahkan dalam Lukas 24:36-43: Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: “Damai sejahtera bagi kamu.” Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka: “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mereka.

Rincian lain diberikan dalam Yohanes 20:19-29. Yohanes berkisah bahwa murid-murid Yesus berkumpul pada malam hari di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci. Mengapa terkunci? Mereka takut pada orang-orang Yahudi. Yesus datang tiba-tiba, mengucapkan damai sejahtera bagi mereka dan menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Ketika mereka mengenal Yesus, mereka semua bersukacita – kecuali Tomas. Dia tidak hadir waktu itu. Kisah hadirnya Yesus di tengah-tengah ke-11 murid itu tidak dipercayai Tomas. Dia baru percaya kalau dia sendiri menyentuh Yesus secara langsung. Delapan hari kemudian sesudah perjumpaan itu, Yesus muncul tiba-tiba di rumah yang sama dan bertemu murid-murid-Nya, kali ini bersama dengan Tomas. Yesus memenuhi keinginan Tomas: Dia menyuruhnya menyentuh bekas paku pada tangan-Nya dan bekas tusukan ujung tombak pada lambung-Nya. Barulah Tomas percaya. Lalu, Yesus mengucapkan kepada Tomas kalimat-Nya yang terkenal tentang makna percaya: "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29).

Dari kedua kisah yang saling melengkapi informasi ini, kita mengamati bahwa tubuh Yesus kasatmata. Seperti Tomas, kita pun bisa menyentuhnya. Jadi, Dia memiliki daging dan tulang. Selain itu, Dia makan dan minum. Ini berarti tubuh rohaniah-Nya yang berdaging dan bertulang itu masih mengalami sensasi, termasuk citarasa. Serupa dengan Yesus, tubuh rohaniah kita pun akan memiliki daging dan tulang, dan mengalami sensasi.

Keempat, tubuh rohaniah Yesus menunjukkan rupa sebagai seorang lelaki. Ini berarti tubuh rohaniah kita pun akan menunjukkan rupa manusia, lelaki dan wanita.

t043203a

Kenaikan Yesus ke Sorga

Pelukis Italia, Andreas Mantegna, melukiskan Yesus Kristus yang naik ke sorga. Lukisan ini dia selesaikan sekitar tahun 1464 dan ada di Galeri Uffizi di Florensia, Italia.

Kelima, tubuh rohaniah-Nya berada di dalam dan di luar ruang dan waktu. Ketika Yesus berada di tengah-tengah murid-murid-Nya, Dia berada di dalam ruang dan waktu. Ini berarti dia berada dalam dunia caturdimensional, kesatuan dari ruang tridimensional dan waktu. Akan tetapi, tubuh rohaniah-Nya juga berada di luar ruang dan waktu; ruang, waktu, dan materi tidak menghalangi-Nya. Dia berjalan menembus pintu-pintu yang tertutup tanpa mencederai Dirinya dan lenyap secara misterius dari satu tempat hanya untuk muncul di tempat lain. Sesudah berada di Israel selama 40 hari berturut-turut, tubuh rohaniah-Nya terangkat ke sorga. Kuasa adi alami ini jelas melawan hukum gravitasi. Dia terangkat ke sorga tanpa memakai sarana transportasi apa pun. Dia jelas punya kendali adi alami atas ruangwaktu dan materi dan, karena itu, punya kendali adi alami juga atas zarah-zarah atomik dan subatomik.

t978749a

Unsur-Unsur Pokok Materi.

Materi terdiri dari zarah-zarah sangat kecil bernama kuark-kuark. Kuark-kuark muncul dalam enam macam variasi: up (u), down (d), strange (s), top (t), dan bottom (b). Kuark juga punya antimateri bernama antikuark. Kuark-kuark bergabung untuk membentuk partikel-partikel yang lebih besar yaitu baryon; kuark dan antikuark bergabung untuk membentuk meson. Proton dan neutron, partikel-partikel yang membentuk inti atom, adalah contoh baryon. Kaon positif dan negatif adalah contoh-contoh meson.

Yesus menunjukkan kendali atas zarah-zarah atomik dan subatomik, termasuk atas kuark-kuark, sejauh ini dipandang partikel paling kecil yang tidak bisa dibagi lagi.

Serupa dengan Yesus, tubuh rohaniah kita pun akan berada di dalam dan di luar ruang dan waktu. Kita pun akan diberi kuasa untuk mengendalikan ruangwaktu dan materi, mengendalikan gravitasi, dan memampukan kita melakukan “materialisasi” (penampakan secara jasmani) dan “dematerialisasi” (kemampuan menghilangkan penampakan secara jasmani) di mana pun dan kapan pun – sesuai kehendak Yesus!

Keenam, tubuh rohaniah Yesus memiliki kesadaran. Dia makan dan minum yang berarti Dia memiliki sensasi, berbicara kepada murid-murid-Nya, mendengarkan mereka, memahami jalan pikiran dan perasaan mereka, menanggapi ketakutan mereka, dan memberi mereka damai sejahtera dan sukacita. Serupa dengan Yesus, tubuh rohaniah kita pun akan memiliki kesadaran di sorga.

Dari uraian tentang tubuh alamiah dan rohaniah menurut Alkitab, kita mengamati bahwa ada ciri-ciri yang sama dan berbeda. Ringkasan persamaan dan perbedaannya demikian:

No.

Tubuh alamiahTubuh rohaniah
1ditaburkandibangkitkan
2Adam pertama: makhluk yang hidupAdam terakhir: roh yang menghidupkan
3berasal dari tanah, bersifat jasmaniberasal dari sorga
4fana: bisa binasabaka: tidak bisa binasa
5*berdaging, bertulangberdaging, bertulang
6*memiliki sensasimemiliki sensasi
7+kasatmatakasatmata dan tidak kasatmata
8tidak mampu melakukan materialisasi dan dematerialisasi sekehendak hatimampu melakukan materialisasi dan dematerialisasi sekehendak hati
9*rupa manusiarupa manusia
10+terikat pada ruangwaktumampu berada di dalam dan di luar ruangwaktu
11*memiliki kesadaranmemiliki kesadaran
12bagian dari Bumi, duniabagian dari sorga

Ringkasan dalam tabel tadi menunjukkan bahwa ada realitas yang sama dan berbeda yang dialami oleh tubuh alamiah dan tubuh rohaniah. Semua nomor yang diberi tanda bintang (*) menunjukkan persamaan ciri-ciri dari tubuh alamiah dan tubuh rohaniah. Kemudian, nomor yang diberi tanda palang (+) menunjukkan persamaan dan sekaligus perbedaan ciri-ciri antara kedua jenis tubuh ini. Akhirnya, nomor-nomor lain menunjukkan perbedaan ciri-ciri tubuh alamiah dan tubuh rohaniah. Kalau dunia dikenal melalui ciri-ciri tubuh alamiah sementara sorga dikenal melalui ciri-ciri tubuh rohaniah, maka jelas ada dua macam realitas yang sama dan berbeda, menurut pandangan alkitabiah: realitas duniawi dan realitas sorgawi.

Realitas duniawi kita tahu bersifat caturdimensional. Ada dimensi ruang dan waktu dari realitas duniawi.

Realitas sorgawi, sejauh yang kita pahami dari ciri-ciri khasnya tadi, menyiratkan bahwa realitas tidak hanya multidimensional. Ia juga kekal dan, karena itu, berada di luar ruang dan waktu, menunjukkan realitas tanpa dimensi. Jadi, realitas sorgawi adalah gabungan realitas multidimensional dan realitas tanpa dimensi, perpaduan ruang hiper dan ruang “super multidimensional” atau “super hiper.”

Kekekalan tubuh rohaniah Yesus dan kebakaan tubuh rohaniah manusia menunjukkan bahwa ada kedua macam realitas tadi di sorga. Kuasa Yesus untuk menembus pintu-pintu yang terkunci dan hadir secara utuh di suatu ruang caturdimensional dan kuasa-Nya untuk lenyap dari ruang yang satu kemudian muncul di ruang caturdimensional yang lain menunjukkan bahwa ada realitas multidimensional dengan hukum-hukumnya sendiri yang sudah dikuasai atau dikendalikan oleh Yesus melalui tubuh rohaniah-Nya. Dengan kata lain, tubuh rohaniah Yesus dan kita yang nanti memiliki tubuh rohaniah yang serupa dengan tubuh Yesus berada pada tingkat ruang hiper dan realitas tanpa dimensi. Adanya gabungan dimensi macam ini bisa kita lihat juga dari kuasa Yesus ketika Dia terangkat dalam tubuh rohaniah-Nya ke sorga tanpa pengaruh sedikit pun dari gaya tarik gravitasi di Bumi. Pendek kata, tubuh rohaniah Yesus dan tubuh kita yang sudah menjadi manusia baru mampu mengalami realitas yang beraneka ragam, suatu gabungan dari ruang hiper dan realitas tanpa dimensi.

Gabungan keduanya nyata secara khusus dari kuasa Yesus atas unsur-unsur subatomik dari dunia tridimensional kita. Kuasa adi alami-Nya untuk hadir dan lenyap pada suatu tempat dan waktu sesuai kehendak-Nya yang berdaulat menunjukkan penguasaan-Nya atas materi.

Materi pada skala mikroskopik dipahami lebih baik dalam ruang hiper. Untuk kebanyakan hal di alam semesta, seperti gerak planet Bumi dan planet lain, gerak bintang dan galaksi, empat dimensi (tiga dimensi spasial dan satu dimensi temporal) cukup. Tapi ruang caturdimensional tampaknya tidak memadai untuk menjelaskan perilaku atom-atom dan zarah-zarah subatomik. Perilakunya dipahami lebih baik dalam ruang hiper. Beberapa dari teori ilmu fisika modern yang paling menjanjikan mengharuskan adanya ruang berdimensi 7, 10 atau bahkan 26 untuk memahami perilaku zarah-zarah subatomik lebih baik.

Zarah-zarah subatomik dalam ruang hiper ini berada di bawah kuasa kreatif Yesus. Dia boleh dikatakan adalah Penguasa materi pada skala sangat kecil ini, materi yang sekaligus berada dalam ruang hiper. Sebagai Penguasa, dia “mengutak-atik” zarah-zarah subatomik “sesuka hati-Nya” untuk menciptakan berbagai mujizat di alam, seperti berjalan di atas air, meneduhkan angin ribut, dan membangkitkan Lazarus yang mati. Di samping itu, dia menciptakan mujizat-mujizat lain – seperti menyembuhkan orang sakit – dalam kehidupan sehari-hari. Pendek kata, mujizat-mujizat Yesus terjadi oleh kuasa-Nya atas materi subatomik dalam ruang hiper.

Meskipun demikian, kuasa-Nya atas materi subatomik melampaui batas-batas ruang hiper. Mujizat-mujizat-Nya menunjukkan bahwa ada realitas tanpa dimensi, realitas kekekalan, yang berada di luar ruangwaktu.