CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

01 Desember 2008

8. Dimensi Kelima

Kelahiran Teori Kaluza-Klein

Theodor Kaluza (1885-1954), seorang matematikawan tidak terkenal dari Universitas Königsberg di Jerman yang terletak di Kaliningrad dari bekas Uni Soviet, mengirimkan sepucuk surat yang diterima Einstein pada bulan April 1919. Surat itu mengejutkannya. Ia berbentuk suatu artikel singkat sepanjang beberapa halaman. Di dalam surat itu, Kaluza mengajukan suatu pemecahan atas masalah teori medan terpadu itu. Dalam hanya beberapa baris, Kaluza menyatukan teori gravitasi Einstein dengan teori cahaya Maxwell dengan memperkenalkan dimensi kelima. Dimensi ini mencakup empat dimensi dari ruang dan satu dimensi dari waktu.

Theodor Kaluza

Theodor Kaluza

Apa yang mengejutkan Einstein adalah keberanian dan kesederhanaan artikel Kaluza. Seperti semua gagasan besar, argumen inti Kaluza anggun dan padat.

Dua tahun kemudian, Einstein menjadi yakin bahwa artikel Kaluza itu secara potensial penting. Dia menyerahkannya untuk diterbitkan oleh suatu lembaga ilmu pengetahuan di Jerman dengan judul yang mencolok, “Tentang Masalah Kesatuan Ilmu Fisika.”

Dalam sejarah ilmu fisika, tidak ada siapa pun yang sudah menemukan manfaat dari dimensi spasial keempat. Sejak Riemann, diketahui bahwa ilmu matematika tentang dimensi-dimensi yang lebih tinggi adalah suatu keindahan yang hebat, tapi tanpa penerapan fisikal. Untuk pertama kali, seseorang sudah menemukan suatu kegunaan bagi dimensi spasial keempat: untuk menyatukan hukum-hukum ilmu fisika! Dalam arti tertentu, Kaluza tengah menunjukkan bahwa keempat dimensi Einstein “terlalu kecil” untuk menampung forsa elektromagnetis dan gravitasional.

Pada tahun 1926, Oskar Klein (1894-1977), seorang matematikawan asal Swedia, membuat beberapa perbaikan pada teori dimensi kelima dari Kaluza. Perbaikan ini lalu disatukan dengan teori Kaluza dan sejak itu terkenal dengan nama “Teori Kaluza-Klein".

Oskar Klein

Oskar Klein

Sebelum diperbaiki Klein, teori Kaluza mulai menimbulkan pertanyaan pada kebanyakan fisikawan. Semua eksperimen di bumi menunjukkan bahwa kita hidup dalam suatu alam semesta dengan tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Kalau begitu, dimensi kelima ada di mana? Ini suatu pertanyaan yang memalukan.

Kaluza punya suatu tanggapan yang cerdik. Dimensi lebih tinggi berbeda dengan dimensi-dimensi yang lain karena dimensi jenis pertama tidak bisa diamati melalui eksperimen. Sesungguhnya, dimensi kelima sudah ambruk menjadi suatu lingkaran yang begitu kecil sampai atom sekalipun tidak bisa masuk ke dalamnya. Jadi, dimensi kelima adalah suatu dimensi fisikal yang menyediakan perekat untuk menyatukan elektromagnetisme dan gravitasi menjadi satu forsa, tapi dimensi itu justru terlalu kecil untuk diukur.

Bentuk geometri pancadimensional berikut adalah  penterak.

clip_image001

Siapa pun yang berjalan mengikuti arah dimensi kelima akhirnya akan menemukan dirinya balik ke tempat dia mulai perjalanannya. Ini karena dimensi kelima secara topologis sama dengan sebuah lingkaran, dan alam semesta secara topologis sama dengan sebuah silinder.

Fifth Dimension

Suatu galaksi yang membentuk dimensi kelima

Peter Freund, seorang fisikawan kelahiran Romania, mememperjelas teori Kaluza-Klein tentang dimensi kelima. “Pikirkanlah beberapa orang imajiner yang tinggal di Tanahgaris, yang terdiri dari sebuah garis tunggal. Sepanjang sejarahnya, mereka percaya bahwa dunianya adalah sebuah garis tunggal. Lalu, seorang ilmuwan di Tanahgaris menyatakan bahwa dunianya tidak hanya sebuah garis ekadimensional, tapi juga sebuah dunia dwidimensional. Ketika ditanya di mana dimensi kedua yang tidak dapat dilihat dan misterius ini berada, dia akan menjawab bahwa dimensi kedua tergulung menjadi sebuah bola yang kecil. Jadi, orang-orang garis sebenarnya tinggal di permukaan sebuah silinder yang panjang tetapi sangat tipis. Radius silinder itu terlalu kecil untuk diukur; sesungguhnya, ia begitu kecil sehingga tampak bahwa dunia itu hanya sebuah garis.”

Seandainya radius silinder itu lebih luas, orang-orang garis bisa bergerak ke luar alam semestanya dan bergerak tegaklurus dengan dunia garisnya. Dengan kata lain, mereka bisa melakukan perjalanan interdimensional. Sementara mereka bergerak tegaklurus dengan Tanahgaris, mereka berjumpa dengan sejumlah tak terbatas dari dunia-dunia garis sejajar yang ada bersama-sama dengan alam semesta mereka. Sementara mereka bergerak lebih jauh ke dalam dimensi kedua, mereka akhirnya akan kembali ke dunia garisnya sendiri.

Sekarang, bayangkanlah bahwa dunia tridimensional kita masa kini sebenarnya punya dimensi lain yang sudah tergulung menjadi sebuah lingkaran. Demi argumen, anggaplah bahwa dimensi kelima panjangnya 10 kaki (sekitar 3 meter). Dengan melompat ke dalam dimensi kelima, kita sekadar lenyap seketika dari alam semesta kita masa kini. Begitu kita bergerak dalam dimensi kelima, kita menemukan bahwa, sesudah bergerak sejauh 10 kaki, kita kembali ke awal perjalanan kita. Tapi mengapa dimensi kelima tergulung? Pada tahun 1926, matematikawan Oskar Klein membuat beberapa perbaikan pada teori dimensi kelima. Dia menyatakan bahwa barangkali teori kuantum bisa menjelaskan mengapa dimensi kelima tergulung. Atas dasar ini, dia menghitung bahwa ukuran dimensi kelima mencapai ukuran Planck, yaitu 10-33 sentimeter. (Panjang Planck menyatakan bahwa ukuran dimensi kelima yang tergulung adalah 100 miliar miliar lebih kecil dari pada proton. Max Planck adalah peletak dasar teori kuantum.) Ukuran ini terlalu kecil untuk diteliti bahkan oleh mesin penghancur atom terbesar kita sekalipun.

Apa implikasi dari ukuran yang demikian kecil dari dimensi kelima yang sudah tergulung itu? Di satu pihak, ini berarti teori dimensi kelima sesuai dengan eksperimen karena dimensi ini terlalu kecil untuk diukur. Di pihak lain, itu berarti juga bahwa dimensi kelima begitu kecil sehingga tidak seorang pun mampu membuat mesin-mesin yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa teori itu memang betul.

Kematian Teori Kaluza-Klein

Meskipun teori Kaluza-Klein menjanjikan karena memberi suatu landasan geometrik secara murni pada forsa-forsa alam, teori ini mati menjelang tahun 1930-an. Ada dua alasan utama kematiannya.

Di satu pihak, para fisikawan tidak yakin bahwa dimensi kelima memang ada. Dugaan Klein bahwa dimensi kelima tergulung menjadi sebuah lingkaran yang sangat kecil berukuran panjang Planck tidak bisa diuji. Energi yang dibutuhkan untuk meneliti jarak yang sangat kecil ini bisa dihitung, dan energi ini disebut energi Planck, atau 1019 miliar volt elektron. Energi yang sangat besar ini hampir di luar pemahaman kita. Energi ini 100 miliar miliar kali energi yang terkunci dalam proton. Energi sebesar ini di luar apa pun yang mampu kita hasilkan dalam beberapa abad mendatang.

Di pihak lain, para fisikawan membiarkan bidang riset ini berbondong-bondong karena penemuan akan suatu teori baru yang membuat revolusi dalam dunia sains. Gelombang air pasang yang dilepaskan teori dunia subatomik ini melanda sama sekali teori Kaluza-Klein. Teori baru itu disebut mekanika kuantum, dan ia membunyikan lonceng kematian bagi teori Kaluza-Klein selama 60 tahun mendatang. Lebih buruk lagi, mekanika kuantum menantang penafsiran geometrik yang mulus dari forsa-forsa dengan menggantikannya dengan paket-paket energi yang terpisah-pisah.

Kebangkitan Kembali Kaluza-Klein

Sejak kematian teori Kaluza-klein, para fisikawan berupaya menyatukan teori kuantum dengan gravitasi. Kalau mereka berhasil, mereka akan menciptakan Teori Segala Sesuatu, yang oleh Einstein disebut teori medan terpadu. Barang siapa yang mampu menciptakan Teori Segala Sesuatu pasti akan dianugerahi Hadiah Nobel. Namun, upaya otak-otak paling hebat dalam ilmu fisika sekalipun tidak mampu menyatukan teori kuantum dengan gravitasi. Maka, Teori Segala Sesuatu yang ingin mereka ciptakan tetap menjadi “masalah ilmiah terbesar sepanjang masa.”

Menjelang tahun 1980-an, para fisikawan mencapai suatu jalan buntu. Gravitasi sendiri secara teguh berdiri terpisah dari ketiga forsa fundamental lain dalam alam semesta: elektromagnetisme, forsa nuklir kuat, dan forsa nuklir lemah. Sejak Newton, muncul dua macam teori gravitasi. Pertama, teori gravitasi klasikal yang muncul pertama kali dan dipahami melalui karya Newton. Kedua, teori kuantum dari gravitasi yang muncul kemudian untuk dipahami para fisikawan.

Saatnya sudah tiba untuk suatu revolusi. Itulah saat bagi kebangkitan kembali teori Kaluza-Klein yang sudah mati selama 60 tahun.

Kebangkitan kembali itu terjadi awal 1980-an. Para fisikawan yang sudah frustrasi karena gagal menyatukan gravitasi dengan forsa-forsa kuantum yang lain akhirnya berpaling pada teori- teori yang sebelumnya mereka curigai: dimensi-dimensi yang tidak kelihatan dan ruang hiper. Mereka sudah siap untuk sebuah alternatif dan itu adalah teori Kaluza-Klein.

Para fisikawan berharap teori Kaluza-Klein bisa membantu mereka menciptakan suatu teori geometrik yang anggun dan murni. Yang perlu mereka tahu adalah sifat materi-energi. Menjelang tahun 1970-an, mereka menemukan sifat itu: materi terdiri dari dua partikel subatomik yaitu kuark dan lepton. Kedua partikel ini ditahan oleh medan Yang-Mills – medan persamaan bagi forsa-forsa subatomik karya C. N. Yang dan R. L. Mills yang mengendalikan interaksi antara semua partikel subatomik – yang mematuhi simetri. Masalahnya adalah bagaimana memperoleh partikel-partikel dan simetri-simetri misterius ini dari materi-energi yang anggun dan bersih.

Susunan Geometrik yang Indah

Supaya Teori Segala Sesuatu bisa diciptakan, para fisikawan berupaya membuat susunan geometrik yang indah, yang anggun dan murni, dari materi-energi. Salah satu cara adalah dengan memasukkan simetri ke dalam ilmu fisika. Ketika mereka memperluas teori pancadimensional yang lama dari Kaluza-Klein menjadi dimensi-dimensi N, mereka menyadari bahwa ada kebebasan untuk memasukkan simetri pada ruang hiper. (Dalam ilmu fisika, simetri adalah keadaan tetap dari bentuk suatu benda bahkan sesudah kita merusak atau mengubah bentuknya atau merotasinya.)

Untuk melihat bagaimana simetri muncul dari ruang, pertimbangkanlah sebuah bola plastik besar untuk bermain-main di pantai. Ia punya simetri. Kita bisa merotasinya keliling pusatnya, dan bola pantai itu tetap mempertahankan bentuknya. Simetri sebuah bola pantai, atau sebuah bentuk bola (sphere), disebut O(3), atau rotasi dalam tiga dimensi. Serupa dengan itu, dimensi-dimensi lebih tinggi, sebuah ruang hiper bisa dirotasi keliling pusatnya dan mempertahankan bentuknya. Bentuk bola hiper itu punya suatu simetri yang disebut O(N), atau rotasi dalam dimensi N.

Sekarang, buatlah vibrasi atau getaran pada bola pantai itu. Riak-riak terbentuk di permukaan bola itu. Kalau kita secara hati-hati menggetarkan bola pantai itu dengan suatu cara tertentu, kita bisa menimbulkan getaran-getaran yang teratur padanya yang disebut resonansi-resonansi. Berbeda dengan riak-riak biasa, resonansi-resonansi ini bisa bergetar hanya pada frekuensi-frekuensi tertentu. Sesungguhnya, kalau kita menggetarkan bola pantai itu cukup cepat, kita bisa menciptakan nada-nada musikal dari suatu frekuensi yang pasti. Vibrasi-vibrasi ini kemudian bisa dikatalog oleh simetri O(3).

Seperti bola pantai, selembar membran atau selaput yang bisa menimbulkan frekuensi-frekuensi resonansi adalah suatu gejala yang lasim. Pita suara dalam tenggorokan kita, misalnya, adalah selaput-selaput yang direntangkan yang bergetar pada frekuensi-frekuensi, atau resonansi-resonansi, tertentu dan dengan cara demikian menghasilkan nada-nada musikal. Contoh lain adalah pendengaran kita. Gelombang bunyi dari semua jenis menimpa gendang telinga kita, kemudian beresonansi pada frekuensi-frekuensi tertentu. Getaran-getaran ini kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik yang dikirim ke dalam otak kita, yang menafsirkannya sebagai bunyi-bunyi.

Bagi sebuah bentuk bola hiper, efeknya sama. Seperti selembar selaput, bentuk bola hiper itu bisa beresonansi pada berbagai frekuensi, yang kemudian bisa ditetapkan oleh simetrinya, yaitu simetri O(N). Sebagai pilihan lain, para matematikawan sudah mencita-citakan lebih banyak permukaan yang canggih dalam dimensi-dimensi yang lebih tinggi yang diperikan oleh bilangan-bilangan rumit. (Bilangan-bilangan rumit menggunakan akar pangkat sekian.) Kemudian, mereka langsung menunjukkan bahwa simetri yang cocok dengan sebuah “bentuk bola hiper” yang rumit adalah SU(N).

Tibalah kita sekarang pada pokok masalahnya. Kalau fungsi gelombang dari suatu partikel bervibrasi sepanjang permukaan ini, fungsi itu akan mewarisi simetri SU(N) ini. Jadi, simetri-simetri SU(N) misterius yang timbul dari ilmu fisika subatomik sekarang bisa dilihat sebagai hasil-hasil sampingan dari ruang hiper yang bergetar! Dengan kata lain, kita sekarang punya suatu penjelasan bagi asal-usul simetri-simetri misterius dari materi-energi: Simetri-simetri itu benar-benar berasal dari susunan geometrik yang anggun dan murni.

Adigravitasi

Sesudah simetri materi-energi diketahui berasal dari simetri-simetri yang tersembunyi dari dimensi-dimensi yang tidak kelihatan, para fisikawan menempuh langkah berikut. Mereka ingin menciptakan materi-energi itu sendiri – terdiri dari kuark dan lepton – melulu dari susunan geometrik yang indah. Langkah berikut ini mereka sebut adigravitasi (supergravity).

Menciptakan adigravitasi ini tidak mudah karena semua partikel “berpusing-pusing.” Materi terdiri dari kuark dan lepton. Berdasarkan sifat perpusingannya, partikel-partikel subatomik ini disebut fermion-fermion. Akan tetapi, graviton, suatu paket energi yang diduga ada pada gravitasi sebagai suatu forsa fundamental, punya ciri-ciri perpusingan tertentu yang disebut boson-boson.

Secara tradisional, teori kuantum secara ketat memisahkan fermion dari boson. Sesungguhnya, upaya apa pun untuk mengubah materi-energi menjadi susunan geometrik yang indah pasti bergulat dengan fakta bahwa fermion dan boson punya sifat-sifat yang saling bertentangan karena kedua-duanya tidak bisa dipersatukan. Suatu pemecahan tampak di ujung jalan ketika para fisikawan menemukan suatu simetri yang baru yang disebut adisimetri (supersymmetry). Adisimetri inilah yang justru mempersatukan fermion dan boson tanpa mengganggu persamaan adisimetriknya.

Ini memberi kita kemungkinan untuk memasukkan semua partikel di alam semesta ke dalam satu persamaan! Kemungkinan yang luar biasa ini menggerakkan hati Abdus Salam, seorang fisikawan asal Pakistan dan pemenang Hadiah Nobel untuk Ilmu Fisika, untuk menyatakan, “Adisimetri adalah usul paling akhir bagi suatu penyatuan yang lengkap dari semua partikel.”

Dengan penemuan adisimetri tadi, tiga orang fisikawan segera menuliskan teori adigravitasi pada tahun 1976. Mereka mencakup Daniel Freedman, Sergio Ferrara, dan Peter van Nieuwenhuizen – semuanya bekerja pada Universitas Negara Bagian New York di Stony Brook. Adigravitasi adalah upaya realistik pertama untuk membentuk suatu dunia yang disusun sama sekali dari geometri yang anggun dan bersih. Dalam suatu teori adisimetrik, semua partikel punya adimitranya yang disebut spartikel. Teori adigravitasi dari kelompok Stony Brook berisi hanya dua medan: medan graviton – sebuah boson – dan mitranya, gravitino (yang berarti “gravitasi kecil”). Karena partikel-partikel yang dibutuhkan tidak cukup, mereka mengadakan upaya-upaya untuk menggandeng teori adigravitasi dengan partikel-partikel yang lebih rumit.

Cara paling sederhana untuk memasukkan materi adalah dengan menuliskan teori adigravitasi dalam ruang berdimensi 11. Untuk menuliskan teori Kaluza-Klein pada tingkat adi dalam 11 dimensi, orang harus meningkatkan komponen-komponen dalam tensor Riemann secara luar biasa, sehingga menjadi tensor Riemann juga pada tingkat adi.

Kemerosotan Teori Adigravitasi

Para kritikus berangsur-angsur mulai melihat masalah-masalah dengan teori adigravitasi. Sesudah suatu pencarian yang intensif, mereka tidak menemukan spartikel-spartikel dalam eksperimen apa pun. Akan tetapi, para fisikawan yang mengerjakan teori itu sangat percaya bahwa, pada energi yang sangat tinggi yang ditemukan pada Penciptaan seketika, semua partikel disertai adimitranya. Hanya pada energi yang luar biasa ini barulah kita melihat suatu dunia adisimetrik secara sempurna.

Tapi sesudah beberapa tahun yang menunjukkan minat yang hebat dan beberapa konperensi internasional, teori adigravitasi gagal karena suatu alasan yang sangat sederhana. Bilamana kita mencoba menghitung bilangan dari teori ini, kita akan tiba pada ananta-ananta (infinites) yang tidak berarti. Meskipun teori ini punya ananta-ananta yang lebih sedikit dari pada yang ada dalam teori Kaluza-Klein yang asli, teori tersebut masih tidak bisa direnormalisasi.

Ada masalah lain. Simetri paling tinggi yang bisa dicakup adigravitasi disebut O(8). Simetri ini terlalu kecil untuk menampung simetri menurut Model Baku (Standard Model). Ini adalah model yang mampu menjelaskan setiap potongan data eksperimental yang berhubungan dengan partikel-partikel subatomik, setinggi 1 juta volt elektron dalam energi. Tampaknya, adigravitasi hanya langkah lain dalam perjalanan yang panjang ke arah suatu teori terpadu dari alam semesta. Ia memang mampu mengubah materi-energi menjadi susunan geometrik yang indah tapi gagal dalam upaya lain. Akan tetapi, justru ketika minat pada adigravitasi mulai memudar, suatu teori yang baru muncul. Teori ini barangkali adalah teori fisikal yang paling aneh tapi paling kuat yang pernah diajukan: teori adidawai dasadimensional (ten-dimensional superstring theory).

Sebelum menyoroti teori baru ini, kita perlu memahami ABC dari ilmu fisika tentang partikel. Pemahaman ini akan mempermudah kita memahami teori baru tadi.

27 November 2008

7. Empat Forsa Fundamental

Albert Einstein punya tiga teori besar dalam ilmu fisika modern. Pertama, teori relativitas khusus; kedua, teori relativitas umum; dan, ketiga, teori medan terpadu. Kedua teori pertama menghasilkan pengembangan bom atom dan teori masa kini tentang lubang-lubang hitam dan Dentuman Besar. Selain itu, kedua teori yang membuat terobosan-terobosan baru dalam ilmu fisika abad ke-20 ini mengakibatkan Einstein dipandang ilmuwan terbesar sesudah Isaac Newton. Teori ketiga bertujuan untuk menyatukan semua hukum ilmu fisika menjadi suatu kerangka kerja yang sederhana. Ia adalah tujuan akhir semua ilmu fisika, teori untuk mengakhiri semua teori.

Akan tetapi, upaya Einstein dan beberapa fisikawan lain sesudah dia untuk merumuskan teori medan terpadu itu tidak berhasil. Selama 30 tahun terakhir dari hidupnya, Einstein sia-sia berupaya merumuskan teori terbesar sepanjang masa itu. Selain dia, beberapa otak terbesar abad ke-20 seperti Werner Heisenberg dan Wolfgang Pauli berjuang untuk merumuskan teori alam semesta yang dimulai Einstein itu. Seperti Einstein, mereka juga angkat tangan.

Muncullah teori Kaluza-Klein yang memberi harapan baru ke arah perumusan teori medan terpadu. Teori ini membahas dimensi kelima yang dipandang bisa memecahkan kebuntuan Einstein dan fisikawan-fisikawan lain dalam merumuskan teori medan terpadu.

Tapi teori mereka akan lebih mudah kita pahami kalau kita dahului dengan menyoroti empat forsa fundamental dalam alam semesta. Sorotan ini ada kaitannya dengan teori Kaluza-Klein tentang dimensi kelima.

Empat Forsa Fundamental dalam Alam

Sejauh ini diketahui bahwa ada empat forsa (force) fundamental dalam alam semesta. Forsa-forsa ini mengendalikan segala sesuatu dalam jagad raya yang diketahui: gravitasi, elektromagnetisme, forsa nuklir kuat, dan forsa nuklir lemah.

Beberapa orang  fisikawan berspekulasi bahwa ada suatu forsa fundamental kelima. Mereka menduga ini sejenis forsa paranormal atau psikis, tapi sejauh ini belum ada bukti yang jelas tentang suatu forsa fundamental kelima.

Gravitasi adalah forsa yang menahan kaki kita pada bumi yang berpusing-pusing. Gravitasi juga mengikat tata surya kita dan galaksi-galaksi. Tanpa gravitasi, kita akan segera terlontar ke ruang angkasa dengan kecepatan sekitar 1.610 kilometer per jam; matahari akan meledak dengan pancaran energi yang menghancurkan; bumi dan planet-planet dalam tata surya kita akan berpusing-pusing ke luar dan memasuki ruang angkasa yang dalam dan membeku; dan galaksi-galaksi akan beterbangan terpisah-pisah dan menjadi ratusan miliar bintang.

t985004a

Jatuh bebas. Benda-benda yang jatuh makin cepat karena ada forsa dari gravitasi Bumi yang berpengaruh pada jatuhnya. Gambar ini menunjukkan kecepatan (Speed) dalam ukuran meter per detik (m/s) yang ditempuh sebuah bola dan seekor kucing. Ia menunjukkan juga  jarak (Distance) dalam hitngan detik (s) yang dialami setiap benda ketika jatuh dalam selang waktu (Time) sepersepuluh dari satu detik selama jatuhnya yang ber jarak dekat.

Elektromagnetisme adalah forsa yang menyinari kota-kota besar dan memberi forsa pada peralatan-peralatan rumah tangga yang memakai listrik milik kita. Selain itu, elektromagnetisme menghasilkan produk-produk sampingan seperti bola lampu, televisi, telepon, komputer, radio, radar, microwave, dan alat pencuci peralatan makan-minum. Tanpa elektromagnetisme, peradaban kita akan mundur ratusan tahun ke belakang, ke dunia primitif yang diterangi lilin dan api unggun.

23c41741

Medan magnet dari suatu magnet permanen. Magnet dikelilingi suatu medan magnetik. Jalur magnetik dari forsa menghubungi satu kutub magnet itu dengan kutub lainnya.

Forsa nuklir kuat memberi forsa pada matahari. Tanpa forsa nuklir kuat, bintang-bintang akan pudar dan langit menjadi gelap. Tanpa matahari, semua yang hidup di bumi akan lenyap ketika samudera-samudera berubah menjadi es padat. Forsa nuklir kuat yang memungkinkan adanya bentuk-bentuk hidup di bumi adalah juga forsa destruktif yang dilepaskan oleh sebuah bom hidrogen. Bom ini bisa dibandingkan dengan sepotong matahari yang diturunkan ke bumi.

Forsa nuklir lemah berperan atas kerusakan radioaktif. Istilah teknis untuk “kerusakan radioaktif” adalah “rerasan radioaktif (radioactive decay).” Forsa nuklir lemah dimanfaatkan dalam rumah sakit modern berbentuk penjejak radioaktif (radioactive tracer) yang dipakai dalam pengobatan nuklir. Misalnya, gambar-gambar berwarna dramatik dari otak yang hidup karena berpikir dan mengalami emosi dimungkinkan oleh kerusakan gula radioaktif di otak.

Forsa Fundamental dan Peradaban Manusia

Penguasaan setiap forsa fundamental ini sudah mengubah setiap peradaban manusia. Misalnya, ketika Newton mencoba memecahkan teori gravitasinya, dia dipaksa mengembangkan suatu ilmu matematika baru dan merumuskan hukum gerak yang terkenal itu. Hukum-hukum mekanika ini kemudian menolong mengantar kita pada Revolusi Industri (pertengahan abad ke-19), yang sudah mengangkat manusia dari pekerjaan yang sangat melelahkan dan kesengsaraan selama ribuan tahun.

Selanjutnya, penguasaan forsa elektromagnetisme oleh James Maxwell pada tahun 1860-an sudah menimbulkan revolusi pada cara hidup kita. Bilamana terjadi padam listrik total, kita terpaksa hidup mirip nenek-moyang kita di abad-abad yang lalu. Masa kini, lebih banyak dari separuh kekayaan sedunia dihubungkan, dengan satu dan lain cara, dengan forsa elektromagnetisme. Peradaban tanpa forsa elektromagnetisme tidak bisa dibayangkan.

Serupa dengan itu, ketika forsa nuklir dilepaskan melalui bom atom, sejarah manusia, untuk pertama kali, dihadapkan pada suatu perangkat pilihan yang menakutkan dan baru. Ini termasuk pemusnahan semua bentuk hidup dari muka bumi. Dengan forsa nuklir, kita akhirnya bisa memahami mesin dahsyat yang ada di dalam matahari dan bintang-bintang. Selain itu, kita bisa melihat sekilas untuk pertama kali akhir kemanusiaan sendiri.

t046008a

Kapal induk bertenaga nuklir, Abraham Lincoln (AS)

Jadi, bilamana para ahli sains menguraikan rahasia-rahasia salah satu dari keempat forsa fundamental, forsa itu tanpa bisa dielakkan mengubah arah peradaban modern. Dalam arti tertentu, beberapa terobosan hebat dalam sejarah sains bisa ditelusuri pada pemahaman berangsur-angsur dari keempat forsa fundamental ini. Beberapa pakar mengatakan bahwa kemajuan sains selama 2000 tahun terakhir bisa diringkaskan oleh penguasaan forsa-forsa fundamental ini.

Adiforsa

Teori tentang gravitasi sebagai salah satu forsa fundamental alam semesta dikembangkan melalui teori relativitas umum Einstein. Ketiga forsa fundamental lain – elektromagnetisme, nuklir kuat, dan nuklir lemah – adalah hasil pengembangan Mekanika Kuantum.

Mengingat pentingnya keempat forsa fundamental ini dalam alam semesta, timbul beberapa pertanyaan yang saling terkait. Apakah teori relativitas umum tentang gravitasi dan teori tentang forsa-forsa dalam Mekanika Kuantum bisa dipadukan? Apakah forsa-forsa itu bisa disatukan menjadi suatu adiforsa (super force)? Apakah forsa-forsa itu manifestasi dari suatu realitas yang lebih dalam?

Mengapa Teori Medan Terpadu Gagal

Teori medan terpadu yang diupayakan Einstein bertujuan untuk menjelaskan semua forsa yang lazim terdapat dalam alam, termasuk cahaya dan gravitasi. Tapi sampai dengan wafatnya, dia tidak mampu menyelesaikan perumusan teori itu.

Sebelumnya, dia berhasil merumuskan teori relativitas umumnya. Teori ini menyatakan bahwa kehadiran materi-energi menetapkan kelengkungan ruangwaktu yang mengelilinginya. Prinsip ini melandasi gerak bintang dan galaksi, lubang hitam, Dentuman Besar, dan barangkali nasib alam semesta itu sendiri.

Meskipun Einstein sudah menemukan prinsip ini, dia kekurangan peralatan matematik yang cukup kuat untuk mengungkapkan asasnya. Dia sia-sia mencari peralatan itu selama tiga tahun dan akhirnya matematikawan Marcel Groussman, sahabat karibnya, menemukan peralatan itu: karya Riemann dan tensor metriknya yang sudah diabaikan para fisikawan selama 60 tahun. (Tensor metrik Riemann berisi kumpulan angka-angka susunan Riemann untuk melakukan berbagai perhitungan matematik.) Dengan peralatan matematik Riemann, Einstein berhasil merumuskan persamaan matematiknya yang pada intinya menyatakan bahwa materi-energi menetapkan kelengkungan ruangwaktu di sekitarnya.

Persamaan ini menunjukkan suatu keanggunan yang belum pernah dilihat sebelumnya dalam ilmu fisika. Pemenang Hadiah Nobel dalam Ilmu Fisika dan berasal dari India, Subrahmanyan Chandrasekhar, pernah menyebut persamaan Einstein ini sebagai “teori paling indah yang pernah ada.”

Seindah apapun teori ini, ia akhirnya tidak mampu memecahkan upaya Einstein selama 30 tahun untuk merumuskan teorinya yang ketiga: teori medan terpadu. Dia menjadi kecewa karena kegagalannya. Sumber frustrasinya adalah susunan persamaannya sendiri. Dia terganggu oleh suatu cacat fundamental dalam rumusan ini. Di satu pihak, dia menyukai susunan geometrik yang indah dari kelengkungan ruangwaktu. Di pihak lain, dia membenci sisi materi-energi dari persamaannya karena sisi ini adalah “suatu campur-baur yang mengerikan dari bentuk-bentuk yang tampaknya acak dan membingungkan, dari partikel subatomik, polimer, dan kristal sampai dengan batu, pohon, planet, dan bintang.” Tapi pada tahun 1920-an dan 1930-an, ketika Einstein tengah mengerjakan teori medan terpadunya, hakekat sesungguhnya dari materi masih tetap suatu misteri yang tidak terpecahkan.

Strategi besar Einstein adalah memberi suatu asal-usul geometrik yang lengkap pada materi. Tapi tanpa lebih banyak petunjuk fisikal dan suatu pemahaman fisikal yang lebih dalam dari materi, strateginya untuk mengubah materi-energi menjadi seindah kelengkungan ruangwaktu menjadi mustahil.

Kita barangkali bisa menunjukkan kesalahan Einstein. Kita ingat bahwa hukum-hukum alam menjadi sederhana dan menyatu dalam dimensi-dimensi yang lebih tinggi. Einstein betul ketika dia menerapkan asas ini dua kali, dalam teori relativitas khusus dan umumnya. Tapi pada upaya ketiga untuk merumuskan teori medan terpadu, dia mengabaikan asas fundamental ini. Sedikit sekali yang diketahui tentang susunan materi atomik dan nuklir pada zamannya. Sebagai akibatnya, tidak jelas bagaimana menggunakan ruang dimensional lebih tinggi sebagai suatu asas pemersatu.

Pemecahan yang melibatkan asas fundamental yang diabaikan Einstein akan datang dari seorang matematikawan tidak terkenal waktu itu. Dia akan menuntun kita pada dimensi kelima.

12 November 2008

6. Dimensi Keempat dalam Lukisan dan Gagasan

Selain Lenin di Rusia, seniman-seniman seni lukis tertentu di Eropa dan seorang ahli matematika Eropa Barat terpukau oleh teori tentang dimensi keempat. Mereka mencakup pelukis Pablo Picasso dan Salvador Dali, dua orang pelukis tenar asal Spanyol. Howard Hinton, seorang ahli matematika asal Inggris yang kemudian pindah ke AS, mengaku sudah “melihat” dimensi keempat. Teserak – suatu konsep matematiknya – kemudian memengaruhi corak lukisan Dali dan menghasilkan suatu lukisan dimensi keempat dari Yesus yang disalibkan pada sebuah salib kubus hiper.

Popularisasi Dimensi-Dimensi Lebih Tinggi

Meskipun terkena dampak teori-teori tentang ruang hiper, mereka – dan penggemar-penggemar lain yang bukan ahli ilmu fisika dan matematika modern – umumya tidak menyumbang secara signifikan pada pengembangan teori ruang hiper. Jasa mereka yang menonjol adalah popularisasi dimensi-dimensi lebih tinggi pada publik.

Para pelukis yang tertarik pada berbagai dimensi

Seniman-seniman seni lukis secara khusus tertarik pada dimensi keempat. Dimensi ini membuka berbagai kemungkinan untuk menemukan hukum-hukum perspektif yang baru.

Lukisan dwidimensional Abad Pertengahan

Pada Abad Pertengahan (dari abad ke-5 sampai dengan awal abad ke-15 Masehi), seni lukis religius di Eropa terkenal karena perspektifnya yang sangat kurang. Budak-budak pengolah tanah, petani-petani, dan raja-raja dilukiskan seakan-akan mereka datar, mirip sekali dengan cara anak-anak menggambarkan orang-orang. Lalu, bagaimanakah mereka memakai perspektif untuk melukiskan Allah orang Kristen? Allah ini Mahakuasa dan karena itu Dia bisa melihat dunia kita secara merata. Karena itu, seni lukis harus mencerminkan sudut-pandang-Nya. Namun demikian, Allah tetap digambarkan pada ruang yang datar. Jadi, dunia dan Allah yang campur tangan di dalamnya dilukiskan oleh para pelukis Abad Pertengahan secara dwidimensional.

t051627a

Suatu lukisan dwidimensional Abad Pertengahan oleh Hans Memling, seorang pelukis asal Belgia utara, tentang penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan ke sorga dari Yesus Kristus.

Lukisan tridimensional Reneisens

Tibalah Reneisens, suatu periode kebangkitan kembali budaya dan kehidupan intelektual di Eropa Barat antara abad ke-14 dan ke-16. Kebangkitan ini nyata juga pada seni lukis. Seni lukis Reneisens adalah suatu pemberontakan terhadap perspektif yang berpusat pada Allah yang datar tadi. Mereka mengabaikan perspektif dwidimensional dari Abad Pertengahan dan mengembangkan perspektif tridimensional.

Untuk menerapkan vista baru ini, seniman Reneisens melukis melalui sudut-pandang mata seseorang. Dari sudut-pandang ini, mereka melukiskan pemandangan-pemandangan alam yang luas dan orang-orang tridimensional yang realistis, dengan garis-garis perspektif yang menghilang di kejauhan. Salah satu contoh tenar adalah fresko atau lukisan dinding Leonardo da Vinci (1453-1519), seniman, ilmuwan, dan insinyur tenar asal Italia itu. Masa kini, lukisan itu sering terpampang pada dinding rumah berbagai keluarga Kristen di Indonesia. Itulah lukisan berjudul Perjamuan Kudus yang Terakhir. Kita memerhatikan bahwa semua garis bertemu pada satu titik di kejauhan.

t594247a

Lukisan "Perjamuan Kudus yang Terakhir" (sekitar 1495-1497 )karya Leonardo da Vinci yang menghiasi dinding-dinding biara gereja Santa Maria della Grazie di Milan, Italia, bersifat tridimensional.

Ini menunjukkan bahwa seni lukis Reneisens mencerminkan cara mata manusia memandang dunia – dari sudut-pandang tunggal pengamat. Dengan kata lain, seni lukis Reneisens menemukan dimensi ketiga.

Kubisme meraih dimensi keempat

Reneisens berlalu dan tibalah awal abad mesin dan kapitalisme di Barat. Dengan tibanya kedua periode ini, dunia artistik di belahan bumi itu memberontak melawan materialisme yang dingin yang tampaknya menguasai masyarakat industrial.

Kubisme, salah satu gerakan kesenian awal abad ke-20, ikut menentang aliran filsafat tadi. Bagi para penganut Kubisme, positivisme adalah suatu penghalang yang membatasi kita pada apa yang bisa diukur di laboratorium, dan menekan hasil-hasil imajinasi.

Positivisme adalah suatu sistem filsafat abad ke-18 dan ke-19 di Barat; sistem ini berdasarkan gejala-gejala yang bisa diamati dan fakta-fakta positif lebih dari pada spekulasi.

* * * * *

Dalam Kubisme, seseorang dilukis tidak menurut rupanya yang alami tapi melalui uraiannya menjadi serangkaian bidang. Perspektif tradisional diabaikan dan berbagai sudut-pandang yang berbeda-beda tentang orang itu sering digabungkan. Kubisme dicetuskan oleh Pablo Picasso (1881-1973), seniman Spanyol tenar itu, dan Georges Braque (1882-1963), seorang pelukis Perancis. Kubisme menjadi terkenal antara 1907 dan 1914.

Para seniman Kubisme bertanya: Mengapa seni harus “realistis” secara klinis? Mereka melakukan pemberontakan terhadap perspektif yang realistis dengan meraih dimensi keempat. Menurut mereka, dimensi ini menyentuh dimensi ketiga dengan menjelajahi semua perspektif yang ada. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Kubisme merangkul dimensi keempat.

Lukisan-lukisan Picasso adalah suatu contoh yang bagus dari penerapan dimensi keempat dalam seni lukis.

Pablo_picasso Pablo Picasso

Lukisan-lukisannya menunjukkan suatu penolakan yang gamblang terhadap kacamata tridimensional. Dora Maar, suatu lukisannya tentang seorang wanita, menunjukkan wajahnya yang ditinjau secara serempak dari berbagai sudut. Alih-alih memakai suatu sudut-pandang tunggal, Picasso menunjukkan melalui lukisan-lukisannya perspektif yang banyak. Seakan-akan lukisan-lukisan itu diciptakan oleh suatu makhluk halus dari dimensi keempat. Makhluk ini mampu melihat semua sudut-pandang – secara praktis, ini berarti dia melihat suatu wajah tunggal tidak dari satu sisi saja tapi dari semua sisinya – secara serempak.

Dora Maar Dola Maar

Menurut Linda Henderson, seorang pakar sejarah kesenian, ada dua tema paling penting yang menyatukan banyak dari seni dan teori modern. Pertama, dimensi keempat; dan, kedua, geometri non-Euklidean. Geometri ini menyiratkan Georg Bernhard Riemann dan para pengembang kemudian hari dari ilmu ukur ini.

Hinton “melihat” dimensi keempat

Meskipun dimensi keempat sulit dilihat secara normal apa lagi dialami, ini tidak berarti tidak ada upaya apa pun untuk mencoba “melihat” dimensi ini. Lukisan-lukisan Kubisme adalah suatu upaya merepresentasi secara artistik dimensi keempat itu. Tapi apakah ada ilmuwan yang pernah “melihat” dimensi keempat? Ada. Dialah Charles Howard Hinton. “Dia akan diingat dalam sejarah sains sebagai orang yang ‘melihat’ dimensi keempat,” tulis Michio Kaku.

Hinton seorang sarjana matematika tamatan Universitas Oxford di Inggris tahun 1877 dan kemudian pindah bekerja di Washington, AS. Minatnya pada dimensi keempat nyata dari suatu artikelnya yang berpengaruh yang ditulisnya selagi di Inggris, “What is the Fourth Dimension?” Artikel ini diterbitkan oleh dua majalah di Inggris, kemudian dicetak ulang tahun 1884 dengan sub-judul “Ghosts Explained.” Di AS, dia menjadi dosen pada Jurusan Matematika Universitas Princeton; kemudian, dia bekerja pada Kantor Paten di Washington pada tahun 1902.

Hinton melewatkan banyak tahun untuk mengembangkan metode-metode yang memampukan seseorang “melihat” benda-benda dalam empat dimensi. Akhirnya, dia berhasil menyempurnakan kubus-kubus khusus. Siapa saja yang berusaha cukup kuat mampu melihat kubus-kubus hiper atau kubus-kubus dalam dimensi keempat ciptaannya. Kubus-kubus ini akhirnya disebut kubus-kubus Hinton. Hinton bahkan memberi nama resmi pada kubus-kubus hipernya; dia menyebutnya tesseract – dieja sebagai teserak dalam bahasa Indonesia.

Sebenarnya, kita – makhluk tridimensional – tidak bisa melihat sebuah kubus hiper dalam empat dimensi. Tapi kita bisa membongkar kubus hiper menjadi komponen-komponennya yang lebih rendah, yaitu kubus-kubus tridimensional yang biasa. Kemudian, kubus-kubus tridimensional ini bisa kita susun menjadi sebuah salib tridimensional – sebuah teserak. Tidak mungkin bagi kita melihat bagaimana membentuk kubus-kubus ini menjadi sebuah kubus hiper. Akan tetapi, seseorang dari dimensi yang lebih tinggi bisa mengangkat setiap kubus dari alam kita lalu membentuknya menjadi sebuah kubus hiper. (Mata tridimensional kita yang menyaksikan peristiwa luar biasa ini hanya akan melihat kubus-kubus lain hilang sementara meninggalkan hanya satu kubus.)

Untuk memahami kubus hiper ini lebih baik, kita perlu suatu analogi. Analogi ini berdasarkan suatu bentuk mainan anak-anak kota besar di Indonesia yang memanfaatkan blok-blok plastik yang berwarna-warni.

Anak-anak pra-sekolah dan bahkan sampai di kelas 6 SD suka bermain-main dengan membangun berbagai model rumah dari blok-blok plastik berwarna-warni. Yang menarik dari blok-blok plastik itu ialah bahwa bentuk-bentuk yang mirip kubus bisa dipakai untuk membentuk obyek-obyek lain yang bukan rumah. Salah satu kemungkinannya adalah membentuk sebuah salib dan anak-anak mudah melakukannya. Mereka mula-mula membuat tiang utama yang dibentuk dari tiga blok mirip kubus yang dipasang ke dalam lubang khususnya. Kemudian, mereka memasang tiga blok lain ke dalam sambungan paling atas dari salah satu tiang utama itu. Akhirnya, mereka memasang tiga blok lain menembus sisi lain sambungan paling atas itu. Terbentuklah sebuah salib dari blok-blok plastik berwarna-warni dan mirip kubus itu.

Ketika mereka “mendirikan” salib itu di atas lantai rumahnya, apa yang mereka lihat? Tergantung dari sisi mana mereka melihat salib itu. Kalau mereka melihatnya hanya dari depan atau belakang saja, mereka tentu akan terhalang untuk melihat sisi-sisinya yang lain. Kalau mereka melihatnya hanya dari sisi-sisi lain, mereka tentu akan terhalang untuk melihat bagian depan atau belakangnya. Karena mereka punya mata untuk ruang tridimensional, suatu salib yang dibentuk oleh blok-blok plastik mainan mirip kubus akan selalu tampak tidak lengkap di mata mereka sekalipun mereka membolak-balik sisi-sisinya.

Kubus hiper menurut Hinton mirip blok-blok plastik mirip kubus yang membentuk salib plastik tadi. Bedanya ialah bahwa semua sisi salib plastik itu mudah kita lihat secara berurutan dengan memutar-mutarnya ke berbagai sisinya sementara kubus hiper dengan empat dimensinya tidak bisa kita lihat seutuhnya dengan mata tridimensional kita.

Pengaruh Hinton pada Salvador Dali

Begitu meluasnya pengaruh Howard Hinton sehingga ia mengilhami seni lukis modern. Salah seorang pelukis tenar yang terpengaruh kubus hiper yang membentuk teserak Hinton adalah Salvador Dali (lahir 1904), pelukis surrealis asal Spanyol.

Salvador Dali Salvador Dali

Dali menggunakan teserak Hinton dalam lukisannya yang luar biasa, Corpus Hypercubus. Berbeda dengan lukisan-lukisan yang di dalamnya Yesus Kristus tergantung pada sebuah salib kayu dalam tiga dimensi, lukisan Dali mengungkapkan Kristus yang tergantung di antara langit dan bumi – dengan tubuh yang hampir tanpa busana – pada sebuah salib raksasa berbentuk kubus hiper – sebuah teserak raksasa. Di atas sebuah panggung pada sebidang lantai berdirilah Maria, bunda-Nya, yang menatap tubuh puteranya pada teserak itu. Pada kita yang melihat salib kubus hiper dan Yesus yang tergantung padanya dan bunda-Nya di lantai, suasana itu menimbulkan kesan menakjubkan yang samar-samar, tidak utuh, sulit dipastikan oleh mata kita – suasana dimensi keempat.

Dali_Crucifixion_hypercube

Corpus Hypercubus (Penyaliban Yesus Kristus)

Di mana letak dimensi keempat?

Seseorang pernah bertanya kepada Hinton di mana letaknya dimensi keempat. Hinton sudah siap dengan jawaban atas pertanyaan ini.

Dia memakai gerak asap rokok dalam suatu ruang tertutup sebagai suatu contoh penjelasan. Asap dibentuk dari atom-atom. Hukum termodinamika mengatakan atom-atom itu menyebar dan membaur ke dalam semua lokasi apapun di dalam ruang itu. Melalui penyebaran dan pembauran ini, kita bisa menetapkan apakah ada kawasan-kawasan apapun dari ruang tridimensional yang biasa yang tidak dimasuki asap rokok. Pengamatan-pengamatan eksperimental menunjukkan bahwa lokasi-lokasi tersembunyi macam itu tidak ada. Karena itu, dimensi spasial keempat mungkin ada hanya kalau ia lebih kecil dari partikel-partikel asap rokok itu. Jadi, kalau dimensi keempat memang ada, ia pasti sangat kecil, bahkan lebih kecil dari sebuah atom!

Jadi, apa filsafat Hinton tentang dimensi keempat? Menurutnya, semua benda dalam alam semesta tridimensional kita ada dalam dimensi keempat. Tapi dimensi keempat ini begitu kecil sehingga ia tidak bisa diketahui melalui pengamatan eksperimental.

Para fisikawan masa kini pada intinya senada dengan Charles Howard Hinton. Mereka menyimpulkan bahwa dimensi-dimensi yang lebih tinggi begitu kecil sehingga tidak bisa dilihat melalui eksperimen.

Cahaya menurut Hinton

Selain punya suatu pandangan tentang dimensi-dimensi yang lebih tinggi, Hinton punya suatu gagasan baru tentang cahaya, gagasan yang mendapat dukungan. Menurutnya, cahaya adalah suatu vibrasi atau getaran dari dimensi keempat yang tidak kelihatan. Pada intinya, para fisikawan teoritis masa kini mendukung gagasan Hinton.

Dukungan mereka akan berbentuk perkembangan lanjutan dari teori-teori tentang ruang hiper sejak Riemann memperkenalkan hipotesis-hipotesisnya tentang dimensi-dimensi lebih tinggi. Perkembangan ini sesudah kegairahan berbagai penulis tentang dimensi-dimensi lebih tinggi – sebagian besar bukan pakar ilmu fisika dan matematika – tidak menghasilkan terobosan-terobosan dalam teori tentang ruang hiper, termasuk tentang dimensi keempat.

Dua Macam Reaksi yang Berlawanan

Tahun 1890 sampai dengan 1910 dipandang Tahun-tahun Emas dari Dimensi Keempat. Selama waktu itu, gagasan-gagasan yang berasal dari Gauss dan, terutama, Riemann berimbas pada lingkungan sastra, garda depan, dan pikiran-pikiran masyarakat umum. Gagasan-gagasan itu memengaruhi kecenderungan dalam kesenian, kesusastraan, dan filsafat. Teosofi, suatu cabang filsafat yang baru, sangat dipengaruhi oleh dimensi-dimensi yang lebih tinggi.

Pengaruh ini menimbulkan dua macam reaksi yang berlawanan. Di satu pihak, para ilmuwan yang serius menyesalkan perkembangan dari pengaruh gagasan-gagasan Gauss dan Riemann tadi. Hasil-hasil yang diperoleh secara ketat oleh Riemann kini diseret melalui berita-berita utama tabloid. Di pihak lain, popularisasi dimensi keempat punya suatu sisi yang positif. Ia tidak hanya mempopulerkan kemajuan-kemajuan dalam ilmu matematika kepada masyarakat umum tapi juga berperan sebagai suatu metafora yang bisa memperkaya dan menyuburkan arus-arus budaya.

Namun demikian, popularisasi ceramah tenar Riemann tidak menolong banyak dalam memajukan pemahaman kita tentang alam. Dari sudut-pandang ilmu fisika modern, kita bisa juga memahami mengapa tahun 1860 sampai dengan 1905 tidak menghasilkan terobosan-terobosan mendasar apapun dalam pemahaman kita tentang ruang hiper.

Pertama, tidak ada upaya untuk menggunakan ruang hiper untuk menyederhanakan hukum-hukum alam. Asas penuntun asli Riemaan menyatakan bahwa hukum-hukum alam menjadi sederhana dalam dimensi-dimensi yang lebih tinggi. Tanpa asas ini, ilmuwan selama masa tadi meraba-raba dalam kegelapan. Gagasan-gagasan yang secara potensial bisa berkembang di masa depan hasil pemikiran Riemann yang memakai geometri – ruang hiper yang menggumal – untuk menjelaskan inti suatu “forsa” dilupakan selama tahun-tahun itu.

Kedua, tidak ada upaya untuk memanfaatkan konsep medan Faraday atau tensor metrik Riemann untuk menemukan persamaan medan yang dipatuhi ruang hiper. Peralatan matematik yang dikembangkan Riemann menjadi suatu bagian dari matematika murni. Pergeseran fungsi ini bertentangan dengan niat awal dari Riemann. Tanpa teori medan, Anda tidak bisa membuat ramalan apapun dengan ruang hiper.

Jadi menjelang akhir abad ke-19, mereka yang sinis benar ketika mengkleim bahwa tidak ada konfirmasi eksperimental tentang dimensi keempat. Lebih buruk lagi, mereka mengkleim bahwa tidak ada dorongan fisikal untuk memperkenalkan dimensi keempat kecuali untuk menggairahkan masyarakat umum dengan kisah-kisah tentang hantu.

Akan tetapi, situasi yang menyedihkan ini akan segera berubah. Di dalam beberapa dasawarsa, teori dimensi keempat (dari waktu) akan mengubah selama-lamanya arah sejarah manusia. Ia akan memberi kita bom atom dan teori Penciptaan itu sendiri. Orang yang akan mengubah arah sejarah itu adalah seorang fisikawan yang belum terkenal pada waktu itu. Namanya Albert Einstein.

30 Oktober 2008

5. Dimensi Keempat dalam Sastra, Musik Klasik, dan Politik

Pengaruh Riemann melanda juga kesusastraan dan musik klasik Barat. Tokoh-tokoh yang dipengaruhi geometri non-Euklidean tentang dimensi keempat mencakup H.G. Wells, Oscar Wilde, Fyodor Dostoyevsky, Marcel Proust, Joseph Conrad, dan Gertrude Stein. Tokoh musik klasik Barat yang terkena dampak dimensi keempat adalah Alexander Skryabin asal Rusia.

Dimensi keempat ternyata memimbulkan efek juga pada pemikir-pemikir tertentu di Rusia. Mereka adalah Kaum Otzovist dan Vladimir Lenin, seorang sosialis revolusioner, sama-sama berasal dari Partai Bolsyevik di masa awal revolusi Rusia. William James, seorang cendekiawan terkenal asal Amerika Serikat, pun terkena imbas teori tentang dimensi keempat.

Pengaruh Riemann dalam Kesusastraan Barat

t011979a

H. G. Wells, seorang penulis, sejarahwan, dan filsuf Inggris antara akhir abad ke-19 dan pertengahan abad ke-20. Dia diingat paling baik untuk karyanya tentang fantasi, teknologi, dan masa depan.

H.G. Wells yang sudah kita tahu memerikan dimensi keempat dalam karya tenarnya, The Time Machine. Dalam novelnya yang terbit pertama kali di Inggris 1894 ini, Wells menggabungkan beberapa tema matematik, filsafati, dan politik. Dia mempopulerkan suatu gagasan baru dalam sains, yaitu bahwa dimensi keempat bisa juga dipandang sebagai waktu dan tidak perlu sebagai ruang. Ketajaman pandangannya mendahului hasil pemikiran Albert Einstein (1879-1955) tentang ruangwaktu sebagai dimensi keempat.

Dalam novel yang sama yang terbit lagi di London tahun 1895, dia menjelaskan dimensi keempat. “Jelas . . . benda nyata apapun harus memiliki perluasan dalam empat arah: ia harus memiliki [ukuran] Panjang, Lebar, Ketebalan, dan – Durasi. Tetapi melalui suatu kelemahan daging . . . kita cenderung mengabaikan fakta ini. Sesungguhnya ada empat dimensi, tiga di antaranya kita sebut ketiga jalur Ruang, dan [suatu jalur] Keempat, Waktu. Akan tetapi, ada kecenderungan untuk menarik suatu perbedaan yang tidak nyata antara ketiga dimensi sebelumnya dengan yang disebut terakhir, karena kebetulan kesadaran kita bergerak secara berganti-gantian mengikuti satu arah bersama dengan yang disebut terakhir dari awal sampai dengan akhir hidup kita.” Dari penjelasan ini, kita tahu bahwa dimensi keempat yang dimaksud Wells adalah dunia tridimensional kita ditambah waktu, tapi waktu yang bisa menunjukkan dimensi keempat.

Begitu populernya The Time Machine sehingga karya sastra ini bertahan selama lebih dari satu abad sejak penerbitannya pertama kali di Inggris. Apa penyebab popularitasnya yang bertahan demikian lama? Kritik sosial dan politiknya yang tajam.

Kritik ini mencerminkan sikap politik Wells, seorang penganut Masyarakat Fabian. Ini suatu organisasi sosialis Inggris yang didirikan tahun 1894 dan bertujuan untuk mencapai sosialisme melalui strategi reformis secara bertahap.

Melalui novelnya, Wells memakai dimensi keempat untuk menyingkapkan ironi tahap akhir dari perjuangan kelas masyarakat di Inggris pada zamannya. Ini akan terjadi di Inggris tahun 802.701, seperti yang ditemukan protagonis – tokoh baik – dalam novel Wells. Tokoh ini tiba di masa depan dengan mesin waktunya yang bergerak super cepat menembus waktu di penghujung abad ke-19 ke tahun tadi. Alih-alih menemukan kehidupan masyarakat Inggris yang sosialistis yang dihasilkan oleh keajaiban-keajaiban ilmiah, protagonis itu malah menemukan suatu ironi dari harapannya: perjuangan kelas yang mengejutkan. Kontrak sosial antara yang miskin dan yang kaya sudah menjadi sama sekali gila. Eloi, kelas masyarakat yang kaya dan tidak berguna diberi makanan dan pakaian oleh Morlok, kelas masyarakat yang miskin dan dipaksa bekerja keras oleh Eloi. Tapi kaum Morlok yang sudah diubah menjadi manusia pekerja yang kasar dan kuat itu sangat membenci kaum Eloi yang mirip peri-peri. Ketika kaum Morlok menemukan kesempatan pertama untuk membalas dendam, mereka memakan kaum Eloi. Ini menggenapi suatu ramalan Karl Marx, pencetus gerakan sosialisme sedunia itu, bahwa kelas pekerja tidak akan memutuskan rantai si kaya; mereka akan memakan si kaya. Dengan kata lain, dimensi keempat menjadi suatu senjata Wells untuk mengkritik ketidakadilan sosial masyarakat Inggris pada zamannya melalui novel.

Dimensi keempat dijelajahi H.G. Wells dalam karya sastranya yang lain. Dalam cerpennya, “The Remarkable Case of Davidson’s Eyes,” Wells menjelajahi gagasan tentang suatu “kekusutan dalam ruang.” Kekusutan macam ini bisa memampukan seseorang melihat melintasi jarak yang sangat jauh. Davidson, pahlawan cerita itu, menemukan suatu hari bahwa dia punya kuasa yang mengganggunya karena dia mampu melihat peristiwa-perisitwa yang terjadi pada sebuah pulau di Laut Selatan yang jauh. “Kekusutan dalam ruang” ini adalah suatu lengkungan ruang yang memampukan cahaya dari Laut Selatan merambat melalui ruang hiper dan memasuki matanya di Inggris. Kita mengamati bahwa Wells memakai lubang-lubang cacing dari pemikiran Riemann sebagai suatu sarana literer dalam fiksinya.

Oscar Wilde (1854-1900), seorang pengarang Inggris yang lain, diilhami juga oleh gagasan tentang dimensi keempat. Dalam dramanya, The Canterville Ghost, dia mengacu pada dimensi keempat sebagai tempat tinggal hantu-hantu.

Dimensi keempat mengilhami kreasi literer Fyodor Dostoyevsky (1821-1881), seorang pengarang tenar dari Rusia. Dimensi ini bisa diamati dalam salah satu novel terkenalnya, Karamazov Bersaudara, yang terbit pertama kali antara 1879 dan 1880. Ivan Karamazov, protagonis dalam novel ini, terlibat dalam suatu diskusi tentang adanya Allah. Selama diskusi itu, Ivan berspekulasi tentang adanya dimensi-dimensi yang lebih tinggi dan geometri-geomteri non-Euklidean.

t011851a

Fyodor Dostoyevsky, salah seorang penulis paling penting dalam sejarah dunia. Karyanya, Karamazov Bersaudara, umumnya dipandang sebagai karyanya yang terbaik.

Gagasan tentang dimensi keempat berimbas juga pada beberapa sastrawan tenar Barat yang lain. Marcel Proust (1871-1922), seorang novelis Perancis; Joseph Conrad (1857-1924), seorang novelis Inggris kelahiran Polandia; dan Gertrude Stein (1874-1946), seorang pengarang wanita berdarah Yahudi dari AS tapi kemudian menetap di Paris, mengembangkan gagasan tadi dalam bebeberapa karyanya.

Pengaruh Riemann dalam Musik Klasik Barat

Bukan saja sastra klasik Barat yang mendapat pengaruh teori tentang ruang hiper. Musik klasik Barat pun tidak ketinggalan.

Dimensi keempat mengilhami beberapa karya musikal Alexander Skryabin (1872-1915). (Penulis tertentu mengeja nama marganya sebagai “Scryabin" atau "Scriabin".) Dia terkenal di antaranya karena menemukan apa yang disebut “akord-akord mistik". Akord-akord ini menggantikan akord-akord mayor dan minor konvensional.

Dalam teori musik Barat, akord konvensional – seperti triad C, Dm, Em, F, G, Am, dan Bdim dalam tangganada C mayor – dibentuk oleh interval ketiga. Triad C, F, dan G, misalnya, masing-masing disusun dari dua interval ketiga: 1-3-5 (C), 4-6-1 (F), dan 5-7-2 (G). Interval ketiga bawah dibentuk oleh 1-3 (C), 4-6 (F), dan 5-7 (G); interval atas disusun dari 3-5 (C), 6-1 (F), dan 7-2 (G). Setiap pasangan ini menghasilkan interval ketiga karena Anda bisa menemukan tiga not di dalamnya tapi salah satu not tidak dibunyikan, seperti 1-(2)-3, 6-(7)-1, dan 5-(6)-7. Pendek kata, susunan triad dalam akord konvensional ini berdasarkan kombinasi interval ketiga.

Akan tetapi, susunan akord mistik Skryabin tidak lagi berdasarkan kombinasi berbagai interval ketiga tapi berdasarkan kombinasi interval ke-4, seperti 3-6 dan 6-2 (not re lebih tinggi bunyinya dari not la). Dalam posisi naik (jadi bunyi musikal makin meninggi), akord-akord mistik mengikuti interval keempat: C-F#-Bb-E-A-D. Kalau disederhanakan dalam pasangan interval, urutan tadi dibentuk oleh lima macam interval ke-4: C-F#, F#-Bb, Bb-E, E-A, dan A-D.

Kalau diperhatikan lebih dekat, interval ke-4 Skryiabin untuk ketiga pasangan pertama berbeda sedikit dengan interval ke-4 konvensional. Dalam interval konvensional, ketiga pasangan pertama tadi ditulis sebagai C-F (1-4), F-B (4-7), dan B-E (7-3 dengan not mi yang berbunyi lebih tinggi dari si). Untuk alasan yang menjadi teknis kalau dijelaskan lebih jauh dan karena itu saya hindari, Skryabin menaikkan F secara kromatik (setengahnada) menjadi F# dan menurunkan B juga secara kromatik menjadi Bb.

Kalau C (1-3-5) adalah triad yang berdasarkan kombinasi dua interval ketiga dalam tangganada diatonik C mayor, apa kira-kira padanannya dalam akord-akord mistik penemuan Skryabin? Ambil saja, misalnya, ketiga not pertama dari urutan contoh tadi dan Anda memperoleh urutan demikian: C-F#-Bb. Ini semacam akord C Skryabin bagi akord C mayor yang sudah digantikannya. Cobalah bunyikan akord mistik ini pada gitar, keyboard, atau piano dan Anda akan mengerti apa sebabnya urutan not dalam dimensi keempat macam ini menimbulkan suasana mistik, suasana yang samar-samar, kabur, tidak selesai, tidak menenangkan telinga musikal Anda. Kalau Anda belum menangkap suasana ini secara kentara, cobalah bunyikan semua urutan akord mistik Skryabin tadi, dari yang paling rendah ke yang paling tinggi: C-F#-Bb-E-A-D. Kalau sekarang Anda baru bisa mendengar dengan jelas efek mistikal dari akord ini, ingatlah bahwa akord ini diilhami gagasan tentang dimensi keempat dalam ilmu fisika dan matematika tentang ruang hiper.

Apakah suasana tadi memerikan dimensi keempat? Skryabin akan menjawab, “Ya.”

Suasana ini berbeda dengan yang ditimbulkan oleh akord-akord konvensional dari dunia tridimensional seperti C, F, dan G dalam tangganada C mayor. Sesuai aturan baku, akord-akord dari dunia tridimensional ini menimbulkan suasana yang tenang, syahdu, merdu, indah, “murni". Tapi begitu Anda memainkan akord-akord mistik yang mengiringi karya Skryabin, suasana ini menjadi suasana mistikal, samar-samar, kabur, tidak selesai, mengambang. Musik yang Anda mainkan dan dengarkan adalah ciptaan Skryabin, karya yang memerikan dimensi keempat.

Mengapa akord-akord mistiknya menghasilkan suasana ini? Itulah suasana musik dari dimensi yang tidak akan mampu dipahami seutuhnya oleh manusia sebagai makhluk tridimensional. Karena itu, suasana ini tidak pasti, mengambang.

Taruhlah suasana yang dibentuk oleh akord-akord mistik itu secara samar-samar menyenangkan, indah. Ia akan berbeda dengan suasana musik yang juga menyenangkan atau indah dari akord-akord konvensional.

Suasana musik dari dunia tridimensional ini bisa kita bayangkan sebagai berada di suatu pulau kecil yang masih “perawan” alias “murni” dan bermandikan sinar matahari di pagi hari di suatu tempat terpencil di Samudera Pasifik Selatan, dekat katulistiwa. Pantai pulau dari dunia tridimensional itu berpasir putih yang mengkilau, dengan pepohonan kelapa berdaun hijau yang melambai-lambai, dengan laguna yang berwarna-warni dan teduh, dengan gesekan dedaunan dan ranting-ranting pohon kasuarina yang menghasilkan musik alami yang syahdu, dan dengan angin laut segar yang bertiup lembut. Semakin jauh kita melihat, semakin hilang keindahan pantainya karena menuju ke kejauhan dari laut dan langit biru dan pulau lain yang tampak kebiru-biruan dan menghilang di kaki langit.

Akan tetapi, musik yang melukiskan dimensi keempat membangkitkan suasana seakan-akan kita tengah melihat suatu panorama indah melalui kabut tipis berwarna biru. Ia mengakibatkan panorama tadi menjadi samar-samar dan tidak utuh karena seakan-akan timbul-tenggelam, muncul-lenyap, dekat dan jauh secara berganti-gantian. Seakan-akan pandangan kita agak kabur dan telinga kita agak tuli, kita melihat, mendengarkan, dan merasakan potongan-potongan keindahannya. Ada angin silir-semilir yang sebentar bertiup sebentar berhenti, pantai berpasir putih yang kelembutan kilauannya secara berganti-gantian samar-samar lalu menghilang, lambaian daun hijau pohon kelapanya yang agak lamat-lamat, kesyahduan yang sayup-sayup dari musik alami yang dihasilkan gesekan dedaunan dan ranting-ranting pohon kasuarinanya, laguna dengan keindahan karang dan laut biru dan teduhnya yang remang-remangnya menghilang lalu menampak berulang-ulang, sinar lembut dan tipis dalam aneka warna yang berdenyut-denyut dari matahari yang baru akan terbit. Semuanya kita persepsi sebagai potongan-potongan keindahan yang hilangnya entah seketika atau entah berangsur-angsur, entah dekat kita atau entah di kejauhan.

Untuk memahami suasana mistik dari dimensi keempat dalam musik Skryabin, tidak ada cara yang efektif selain mendengarkan karya-karyanya secara langsung. Dalam bahasa Inggris, karya-karyanya berjudul “Divine Poem”, “Poem of Ecstasy”, “Prometheus” yang mencakup “The Poem of Fire.” Toko-toko DVD, VCD, CD dan kaset yang lengkap – seperti di Jalan Sabang Jakarta Pusat – rasanya menjual karya-karya Skryabin. Anda bisa juga menjelajahi toko-toko buku, CD, VCD, dan DVD musik impor – seperti yang ada di lantai dua Plaza Semanggi, SOHO, dan Yamaha di Jakarta – untuk mencari buku dan media lain tadi yang berisi karya-karya Skryabin. Kalau Anda belum punya karya-karyanya, Anda bisa membelinya di situ kalau mau.

Anda bisa mengakses "Prometheus" pada http://www.youtube.com. Ketiklah pada kotak dialog alexander scriabin - prometheus lalu klik Search. Anda akan menemukan 3 bagian karya ini (1/3, 2/3, dan 3/3). Dengarkanlah salah satu atau semuanya untuk memahami musik dari dimensi keempat karya Scryabin.

Gagasan tentang dimensi keempat berdampak juga pada dua orang musikus lain. Mereka mencakup Edgar Varèse (1883-1965), seorang komponis kelahiran Perancis yang kemudian menetap di AS; dan George Antheil.(1900-1959), seorang komponis dan pianis asal AS.

Pengaruh Riemann di Rusia

Dimensi keempat tidak saja berimbas pada Skryabin. Ia juga memengaruhi mistisisme dan politik atau filsafat politik di Rusia yang masih diperintah Tsar.

Dimensi lebih tinggi ini muncul dalam tulisan-tulisan P.D. Ouspensky, seorang penganut mistisisme. Melalui tulisan-tulisannya, dia memperkenalkan misteri dari dimensi keempat kepada para cendekiawan Rusia.

Ketika Revolusi Boslyevik yang menumbangkan kekuasaan Tsar pecah, dimensi keempat akan memainkan peranan penting dalam revolusi itu. Sejarah perkembangan pemikiran tentang dimensi keempat menjadi penting ketika Vladimir Lenin, seorang tokoh revolusi itu, terlibat dalam debat tentang dimensi itu. Debat itu akan meninggalkan pengaruh yang hebat pada sains bekas Uni Soviet selama 70 tahun berikut. Fisikawan-fisikawan Rusia sebagai akibatnya memainkan peranan kunci dalam mengembangkan teori dasadimensional dari ruang hiper masa kini.

Sesudah Tsar secara brutal menghancurkan Revolusi Bolsyevik tahun 1905, suatu faksi bernama Kaum Otzovist atau “Pembina Allah” berkembang dalam partai Bolsyevik. Mereka menyatakan bahwa kaum petani belum siap untuk sosialisme; untuk mempersiapkan mereka, kaum Bolsyevik harus membuat seruan-seruan pada mereka melalui agama dan spiritualitas.

Untuk memperkuat pandangannya yang murtad itu, Kaum Pembina Allah itu bukannya mengutip ayat-ayat Alkitab melainkan mengutip hasil-hasil penemuan ilmiah yang bersifat menerobos dalam ilmu fisika menjelang akhir abad ke-19. Ilmuwan Perancis, Henry Becquerel menemukan radioaktivitas, sejenis materi baru, pada tahun 1896. Pada tahun yang sama, seorang ilmuwan Perancis yang lain, Marie Curie, menemukan radium. Kedua macam penemuan ini sangat menarik perhatian Kaum Otzovist: tampak bahwa materi bisa terurai pelan-pelan dan bahwa energi (dalam bentuk radiasi) bisa muncul kembali. Ini berbeda dengan pandangan Yunani kuno bahwa materi kekal dan tidak bisa berubah-ubah. Kalau materi dan energi bisa lenyap, bukankah ini suatu petunjuk bahwa ada dunia roh? Kalau ada dunia roh, bukankah ini berarti ada dimensi keempat?

t013886a

Vladimir Lenin terkenal dalam politik melalui tulisan-tulisannya. Sebagai kepala Partai Bolsyevik, dia memimpin revolusi 1917 di Rusia yang menumbangkan kekuasaan Tsar.

Suatu perpecahan berkembang dalam partai Bolsyevik. Vladimir Lenin, pemimpinnya, merasa ngeri. Apakah hantu dan iblis sesuai dengan sosialisme yang ateistik? Dalam pengasingannya di Jenewa tahun 1948, dia menulis sebuah karya filsafati raksasa berjudul Materialisme dan Kritisisme Empirio. Di dalamnya, dia membela materialisme terhadap serangan mistisisme dan metafisika. Menurut Lenin, hilangnya materi dan energi secara misterius tidak membuktikan adanya roh-roh. Ini berarti, dia menalar, bahwa suatu dialektika baru tengah muncul dan mencakup materi dan energi. Kini, kedua-duanya harus dilihat sebagai dua kutub dari suatu kesatuan dialektik. Suatu asas konservasi yang baru dibutuhkan. Kemudian, dia mengecam pemikiran tentang dimensi keempat. Menurutnya, hanya tiga dimensi ruanglah yang bisa diverifikasi melalui eksperimen. Para ahli matematika bisa saja menjelajahi dimensi keempat dan dunia dari apa yang mungkin ada, dan itu baik, kata Lenin, tapi Tsar bisa ditumbangkan hanya dalam dimensi ketiga.

Untuk memerangi pengaruh dimensi keempat dan teori baru tentang radiasi, Lenin butuh bertahun-tahun untuk mencabut akar-akar Otzovisme dari partai Bolsyevik. Meskipun demikian, dia berhasil menjelang pecahnya Revolusi Oktober 1917 di Rusia.

Mirip dengan Lenin, William James (1842-1910) adalah juga seorang filsuf. Tapi berbeda dengan Lenin, dia juga seorang ahli psikologi. Dia terkenal karena mempopulerkan pragmatisme, suatu filsafat praktis, dan relativitas kebenaran. Teori tentang dimensi keempat memukaunya.

Dimensi ke-4: Tiga Sudut-Pandang

Jadi, bagaimanakah dan mengapa teori tentang dimensi ke-4 dikembangkan di luar ilmu fisika oleh para sastrawan dan musikus klasik dan para penganut mistisisme dan politik di Eropa, Amerika Serikat, dan Rusia? Mereka umumnya mengembangkannya melalui berbagai sudut-pandang yang menjelaskan pendiriannya.

Sudut-pandang kesusastraan klasik Barat dan Rusia. Wells yang punya latar belakang pendidikan resmi dalam sains dan teknologi, punya otak yang tajam, dan visi yang jauh melampaui visi masa depan dunia versi Jules Verne - seperti yang bisa kita baca dan tonton melalui rekaan-rekaan ilmiahnya – boleh dikatakan adalah sastrawan yang menonjol pada zamannya dalam memanfaatkan teori tentang dimensi ke-4 untuk berbagai maksud. Mengherankan bahwa dia mendahului Albert Einstein ketika dia menambah waktu pada dimensi ketiga. Nanti Einstein menjelaskan secara ilmiah bahwa waktu yang ditambah pada ruang tridimensional menghasilkan ruangwaktu caturdimensional. Selain itu, dia mengembangkan secara literer gagasan Riemann tentang lubang cacing. Akhirnya, dia memanfaatkan dimensi keempat sebagai suatu sarana literer untuk mengemukakan kritiknya pada ketidakadilan sosial yang berlaku dalam masyarakat Inggris pada zamannya.

Berbeda dengan Wells, Oscar Wilde memanfaatkan dimensi keempat untuk memerikan secara grafik tempat tinggal roh-roh. Lebih mendalam dari Wilde, Dostoyevsky memerikan dan membahas spekulasi tentang adanya dimensi-dimensi lebih tinggi dan geometri non-Euklidean, dua gagasan yang dipengaruhi Georg Bernhard Riemann.

Sudut-pandang musik klasik Rusia. Musikus klasik yang menonjol dalam pengembangan dimensi keempat melalui musik adalah Alexander Skryabin. Dia membayangkan – dan membuat kita yang mendengarkan musiknya ikut membayangkan – dunia caturdimensional melalui komposisi musikalnya, komposisi yang memakai akord-akord mistik ciptaannya. Akord-akord ini menimbulkan suasana dunia dimensi keempat: mistikal, samar-samar, tidak tenang, mengambang, tidak utuh. Batas-batas dunia caturdimensional dalam musik Skryabin menjadi kabur juga dan mengakibatkan imajinasi musikal kita dari dunia tridimensional “melayang-layang” secara tak utuh ke berbagai kemungkinan realitas, realitas yang sulit dipatok. Realitas imajinatif itu bisa indah tapi bisa juga membingungkan, menakutkan, menyeramkan karena kita membayangkannya sebagai tidak utuh, asing bagi logika musik tridimensional kita.

Sudut-pandang mistikal, metafisikal, ilmiah, dan politik Rusia. Para ahli mistik Rusia zaman Tsar ikut membicarakan dimensi-dimensi lebih tinggi dan sebuah organisasi sempalan dari Partai Kaum Bolsyevik tertarik pada sisi metafisikal penemuan-penemuan ilmiah terbaru pada zamannya di Perancis yang menunjuk pada adanya dunia roh-roh. Berkat pengaruh dimensi keempat, para ilmuwan Rusia menonjol dalam pengembangan teori tentang ruang dasadimensional masa kini. Akan tetapi, bagi Vladimir Lenin, dimensi keempat yang ditafsirkan secara metafisikal oleh kelompok sempalan tadi dikecam dan diberantas karena tidak punya manfaat praktis dalam menumbangkan kekuasaan Tsar.

Realitas Lebih Luas

Pikiran inti apakah yang kita tangkap dari ketiga sudut-pandang tadi? Adanya kesadaran baru berbagai penulis, pencipta musik klasikal, ilmuwan, dan pemikir di Eropa, Amerika Serikat, dan Rusia bahwa realitas lebih luas dan lebih tinggi/dalam dari sekadar dunia tridimensional kita. Kesadaran ini dipicu oleh gagasan revolusioner Riemann dan ahli-ahli ilmu fisika dan matematika Eropa, AS, dan Rusia lainnya tentang ruang hiper, ruang yang mencakup juga dimensi keempat.

22 Oktober 2008

4. Tanahdatar, Monster, Sorga, Neraka, dan Malaikat

Meskipun Riemann wafat sekitar pertengahan abad ke-19, pikiran-pikiran matematiknya yang revolusioner itu memengaruhi ilmu pengetahuan, kesusastraan, filsafat, dan seni lukis Eropa pasca wafatnya. Pikiran-pikirannya dikembangkan juga oleh orang-orang Kristen, di antaranya untuk menjelaskan dari sudut-pandang ilmiah sorga, neraka, dan tempat tinggal para malaikat, roh-roh, dan bahkan Allah sendiri. Dr. Michio Kaku memerikan ruang hiper dengan menjelaskan dampak Riemann pada bidang-bidang ini. Untuk menjelaskan dimensi keempat, Kaku mulai dengan ruang dwidimensional lalu ke ruang tridimensional dan akhirnya ke ruang caturdimensional.

Apakah implikasi-implikasi ruang hiper – khususnya, hubungan dimensi lebih rendah dengan dimensi lebih tinggi – dalam uraian ini terhadap iman Kristen? Jawabannya ada di akhir tulisan ini.

Ruang Dwidimensional

Ruang dwidimensional diperikan Carl Friedrich Gauss dan Edwin A. Abbot. Mereka berdua memerikan ruang ini untuk memperjelas dimensi-dimensi yang lebih tinggi. Secara khusus, penjelasan Gauss tampaknya berasal dari pemikirannya tentang ruang hiper. Kita sudah tahu bahwa pemikirannya memengaruhi Riemann, salah seorang mahasiswanya.

Makhluk dwidimensional

Gauss memperjelas ruang hiper dengan memakai analogi makhluk dwidimensional. Bayangkanlah suatu makhluk dwidimensional. Bagaimanakah dia makan? Untuk menjawab pertanyaan ini, Gauss menciptakan – melalui eksperimen pikiran – orang-orang dwidimensional. Dunia mereka dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar. Supaya bisa makan, mereka harus punya mulut yang menghadap ke sisi. Tapi kalau kita sekarang menggambarkan saluran pencernaan mereka, kita memerhatikan bahwa saluran ini benar-benar membagi tubuh mereka menjadi dua: dari mulut sampai dengan duburnya. Jadi, kalau mereka makan, tubuhnya akan terbelah menjadi dua bagian. Sebenarnya, saluran mirip pipa apapun yang menghubungkan kedua belahan tadi dalam tubuhnya akan memisahkan tubuh ini menjadi dua bagian yang terpisah. “Maka, orang-orang ini entah makan seperti kita dan tubuhnya menjadi dua bagian yang terpisah atau entah mengikuti hukum-hukum biologi yang berbeda,” Dr. Michio Kaku menyimpulkan.

Penduduk Tanahdatar

clip_image001

Penduduk Tanahdatar (gambar atas dan bawah) dengan berbagai bentuk geometrik punya bentuk kepala, mulut, dan mata yang dwidimensional. Di atas mereka (gambar atas), suatu bulatan tridimensional (bundaran di kiri) - mewakili manusia tridimensional - mendekati mereka yang tampak tenang dalam dunianya. Tapi begitu dipersepsi warga Tanahdatar, dia akan tampak tidak utuh, mirip gumpalan yang aneh, dan menakutkan di mata mereka (bundaran di kanan).

clip_image001[11]

clip_image001[6]

Seorang penduduk Tanahdatar (orang-orangan di kanan) yang dunianya dwidimensional akan kesulitan mempersepsi benda-benda tridimensional - seperti ruang-ruang - secara utuh.

Di antara orang-orang Kristen yang tertarik untuk membahas dimensi-dimensi ekstra ini lebih jauh adalah Edwin A. Abbot. Pendeta Kristen asal Inggris ini adalah direktur Sekolah Kota London. Pada tahun 1884, Abbot menulis dan menerbitkan novelnya yang secara mengejutkan sukses dan bertahan lama: Flatland: A Romance of Many Dimensions by a Square. Karena publik di Inggris terpukau oleh dimensi-dimensi yang lebih tinggi, novel Abbot segera laris di negara itu. Menjelang tahun 1915, novel itu mengalami cetakan ulang selama sembilan kali berturut-turut, disusul edisi-edisi yang terlalu banyak untuk dihitung masa kini.

Novel Flatland mengherankan. Untuk pertama kali, Abbot menggunakan kontroversi seputar dimensi keempat sebagai suatu sarana untuk mengungkapkan satire dan kritik sosial yang tajam. Dia mengecam orang-orang yang saleh dan kaku yang menolak mengakui kemungkinan adanya dunia-dunia yang lain. Boleh dikatakan novel karya Abbot tadi adalah suatu kritik terselubung yang halus terhadap kemunafikan yang halus dan prasangka yang menyesakkan yang berlaku umum di Inggris pada zaman itu.

Untuk memahami dimensi-dimensi lebih tinggi, Abbot mengajak kita melalui novelnya untuk membayangkan suatu dunia dwidimensional bernama Flatland, Tanahdatar. Ini mirip suatu dunia yang berada pada suatu permukaan yang datar dari sebuah meja.

Selain Tanahdatar, ada dunia manusia. Penduduk Tanahdatar berbeda secara unik dengan masyarakat manusia. Yang pertama diciptakan secara dwimensional, yang kedua secara tridimensional.

Karena kedua kelompok manusia ini hidup dalam dua dimensi yang berbeda-beda, kemampuan perseptualnya pun berbeda-beda. Penduduk Tanahdatar yang dwidimensional akan mengalami ruang hiper kalau mereka masuk ke dalam dunia tridimensional manusia. Kelompok manusia akan dipandang sebagai makhluk-makhluk aneh oleh penduduk Tanahdatar; penampakan seorang manusia tidak akan utuh bagi mereka. Dalam hubungan dengan penduduk Tanahdatar, kelompok manusia akan berperan sebagai semacam ilah dengan kekuasaan luar biasa karena mereka dengan mudah bisa masuk-keluar Tanahdatar tanpa diketahui secara utuh oleh penduduk Tanahdatar.

Kalau seorang penduduk Tanahdatar tersesat, seorang manusia dari dunia tridimensional bisa dengan cepat mengamati seluruh Tanahdatar. Caranya? Dia mengintai langsung ke dalam rumah-rumah, bangunan-bangunan, dan bahkan tempat-tempat tersembunyi. Kalau seorang penghuni Tanahdatar jatuh sakit, seorang dokter dari kelompok manusia bisa langsung mencapai bagian dalam tubuhnya dan melakukan pembedahan tanpa sekalipun memotong kulitnya. Kalau seorang penduduk Tanahdatar dipenjarakan, bagaimana bentuk konstruksi penjara itu? Karena Tanahdatar bersifat dwidimensional, penjara itu adalah suatu lingkaran yang mengurung penghuninya. Untuk mengeluarkannya dari penjara itu, seorang manusia bisa menanggalkan diri penghuni itu atau “mengupasnya” dari penjaranya, mengangkatnya ke dimensi ketiga lalu menaruhnya kembali ke tempat lain di Tanahdatar. Ketika seorang manusia memutar tubuh penduduk Tanahdatar itu 180 derajat dalam dunia tridimensionalnya, jantung mantan penghuni penjara dwidimensional itu berpindah dari sisi tangan kiri ke sisi tangan kanannya. Semua organ tubuhnya yang lain berputar dan berada sekarang pada posisi kebalikan dari kondisinya sebelum diputar. Bagi orang yang secara ketat tinggal di Tanahdatar, transformasi ini adalah suatu kemustahilan dari segi ilmu kedokteran.

Sesudah menanggalkan penghuni dwidimensional itu dari penjaranya dan memutar tubuhnya 180 derajat, manusia itu melontarkan penghuni itu ke udara. Segera dia mengapung melalui dunia tridimensional kelompok manusia.

Manusia tridimensional itu tampak seperti apa padanya? Mata seorang penghuni Tanahdatar yang dwidimensional hanya bisa melihat irisan-irisan datar dari dunia tridimensional manusia. Karena itu, manusia tridimensional yang melontarkannya ke udara akan tampak padanya seperti suatu benda jelek dan menakutkan baginya.

Kalau manusia itu memakai sepasang sepatu yang dibuat dari kulit hewan, bagaimana persepsi penghuni Tanahdatar tentang sepatu itu? Dia bisa saja melihat dua lingkaran kulit hewan yang mengambang di depannya.

Kemudian, dia melayang ke atas dan matanya melihat apa yang dalam dunia tridimensional disebut celana panjang yang dipakai manusia itu. Bagi penghuni dwidimensional itu, persepsinya tentang kedua lingkaran di bawahnya kini berubah warna dan menjadi pakaian. Lalu kedua lingkaran ini bergabung menjadi suatu lingkaran – pinggang manusia itu – dan terbelah menjadi tiga lingkaran lain dan berubah warna lagi – kemeja dan lengan manusia itu.

Sementara penghuni Tanahdatar dwidimensional itu terus melayang ke atas, dia melihat ketiga lingkaran ini melebur menjadi suatu lingkaran lebih kecil dari daging – leher dan kepala manusia itu. Akhirnya, lingkaran daging ini berubah menjadi suatu himpunan bulu rambut lalu mendadak lenyap sementara penghuni dwidimensional itu melayang di atas kepala manusia tridimensional itu.

Baginya, “manusia” itu misterius. Dia muncul seperti mimpi buruk, suatu koleksi yang sangat membingungkan dari lingkaran-lingkaran yang terus-menerus berubah-ubah berbentuk kulit hewan, pakaian, daging, dan bulu rambut.

Dengan belajar dari pengalaman penghuni Tanahdatar, kita kini beranjak lebih jauh. Kini, bayangkanlah apa jadinya kalau kita dari dunia tridimensional berhubungan dengan makhluk-mahkluk dari dunia (spasial) caturdimensional atau dari ruangwaktu pancadimensional? Pengalaman kita dalam dimensi spasial keempat tidak akan berbeda banyak dengan pengalaman penghuni Tanahdatar. Anggap saja bahwa kita “dikupas” dan ditanggalkan dari dunia tridimensional kita dan dilontarkan ke dimensi spasial keempat. Sementara kita melayang-layang melalui dimensi spasial keempat, kita melihat gumpalan-gumpalan muncul secara mendadak di depan mata kita. Gumpalan-gumpalan ini berubah-ubah warna, ukuran, dan susunan. Gumpalan-gumpalan ini kemudian lenyap di udara dan digantikan oleh gumpalan-gumpalan lain yang melayang-layang.

Beberapa situs di Internet memperjelas secara audiovisual Tanahdatar, penduduknya, dan dampak menakutkan dari perjumpaan mereka dengan manusia sebagai makhluk tridimensional. Salah satu di antara sekian banyak situs itu adalah http://www.flatlandthemovie.com/. Klik situs ini, lalu klik Trail dan muncul layar hitam. Klik tombol play di bawah layar itu dan Anda bisa menonton animasi tentang Tanahdatar. Yang lain bisa Anda akses melalui youtube. Bukalah http://www.youtube.com/, kemudian ketiklah pada kotak dialog untuk video agak ke bawah dan ke kanan frasa dr. quantum - flatland. Penjelasan yang mendasar dan sederhana diberikan seorang tokoh berjubah kuning dan jingga dan celana biru muda, berkaca mata, sebagian rambut uban dan tampak mirip Superman. Kliklah penjelasannya dan Anda akan menyaksikan dalam bahasa Inggris yang sederhana dan jelas animasi yang menawan dari dunia penduduk dwidimensional dari Tanahdatar.

Monster dari Dimensi Keempat

Lalu, bagaimana jadinya kalau seorang manusia dari dunia tridimensional bertemu secara tak disangka-sangka dengan suatu monster dari dimensi keempat, dari ruangwaktu pancadimensional? Nelson Bond, seorang penulis rekaan ilmiah asal AS, sudah bergulat dengan pertanyaan ini. Dia mencoba menjawab pertanyaan ini melalui novelnya, The Monster from Nowhere. Yang sangat menarik adalah bahwa Bond diilhami juga oleh novel karya Edwin A. Abbot yang sudah kita bicarakan.

Burch Patterson, pahlawan kita dalam novel ini, adalah seorang petualang, pencinta hidup, dan serdadu bayaran asal AS. Tiba-tiba timbul pikirannya untuk menangkap hewan-hewan liar di pegunungan yang menjulang tinggi di Peru, Amerika Selatan. Untuk mencapai tujuannya, dia merencanakan suatu ekspedisi yang akan dibayar oleh berbagai kebun binatang. Para pengelola kebun-kebun itu akan mengumpulkan uang perjalanan Patterson dan rombongannya sebagai imbalan atas binatang-binatang apa pun yang Patterson temui. Dengan banyak keriuhan pawai, pers meliput ekspedisi itu yang tengah menuju kawasan yang belum dijelajahi. Tapi sesudah beberapa minggu, dunia luar kehilangan kontak dengan ekspedisi itu yang lenyap secara misterius, hilang tanpa bekas apa pun. Sesudah suatu pencarian yang panjang dan sia-sia, para pejabat yang berwewenang dengan rasa enggan menyerah dan menyatakan para penjelajah itu sudah mati.

Dua tahun kemudian, Burch Patterson muncul mendadak. Dia secara rahasia bertemu dengan para reporter media massa dan menceriterakan kepada mereka suatu tragedi dan kepahlawanan yang mencengangkan. Beberapa saat sebelum lenyap, ekspedisi itu bertemu secara tidak terduga dengan seekor hewan fantastik di Dataran Tinggi Maratan di Peru hulu. Itu adalah suatu makhluk ajaib yang tampak bergumpal-gumpal dan yang bentuknya berubah-ubah terus-menerus menurut cara yang paling aneh. Gumpalan-gumpalan hitam itu melayang-layang di tengah udara, muncul dan lenyap dan berubah-ubah bentuk dan ukurannya. Lalu, gumpalan-gumpalan itu tiba-tiba menyerang ekspedisi itu dan membunuh kebanyakan lelaki. Gumpalan-gumpalan itu mengangkat dari tanah beberapa dari lelaki yang tersisa; mereka menjerit-jerit lalu lenyap di udara.

Timbullah keadaan kacaubalau yang memaksa sisa-sisa anggota ekspedisi itu untuk mundur. Dalam gerakan mundur itu, hanya Burchlah yang hidup.

Meskipun mengalami kebingungan dan ketakutan, dia memelajari gumpalan-gumpalan itu dari suatu jarak. Berangsur-angsur dia membentuk suatu teori tentang apa makhluk itu dan bagaimana menangkapnya. Bertahun-tahun sebelumnya, dia membaca Flatland: A Romance of Many Dimensions by a Square oleh Edwin A. Abbot. Burch Patterson membayangkan bahwa siapa pun yang memasukkan jari-jarinya ke dalam dan ke luar Tanahdatar akan mengagetkan penduduk ruang dwidimensional. Penduduk Tanahdatar akan melihat lingkaran-lingkaran daging yang berdenyut-denyut di tengah udara – yaitu, jari-jari manusia yang menyodok melalui Tanahdatar – dan terus-menerus berubah-ubah bentuk dan ukurannya. Ini akan menjelaskan juga mengapa anggota-anggota timnya sudah lenyap di udara: mereka sudah diseret ke dalam suatu dunia berdimensi lebih tinggi.

Tapi suatu pertanyaan masih mengganggu Burch Patterson. Bagaimana Anda menangkap suatu makhluk dari dimensi yang lebih tinggi? Andaikan seorang penghuni Tanahdatar mencoba menangkap jari seorang manusia tridimensional yang menyodok ke dalam Tanahdatar, penduduknya bisa menusuk sebatang jarum menembus jari itu, dan dengan demikian menombakinya secara menyakitkan ke alam semesta dwidimensional. Jadi, strategi Patterson adalah memaku sebatang paku besar menembus salah satu gumpalan itu dan menombaki makhluk itu dalam dunia tridimensional manusia.

Sesudah mengamati mahkuk itu selama berbulan-bulan, Patterson mengenali apa yang tampak seperti “kaki” makhluk itu. Dia lalu memaku sebatang paku besar menembus tepat di “kaki” itu. Dia membutuhkan dua tahun untuk menangkap monster itu dan mengapalkan gumpalan yang meronta-ronta dan menggeliat-geliut kesakitan itu kembali ke New Jersey, AS.

Akhirnya, Patterson mengumumkan suatu konferensi pers utama tempat dia akan menyingkapkan suatu makhluk fantastik yang ditangkap di Peru. Para wartawan dan ilmuwan sama-sama menahan napas karena rasa ngeri ketika makhluk itu disingkapkan dan tampak menggeliat-geliut dan meronta-ronta melawan sebatang baja besar. Mirip suatu adegan dalam film King Kong, seorang wartawan harian yang melanggar aturan-aturan membuat jepretan-jepretan foto tentang monster itu. Kilasan kameranya membuat monster itu berang lalu meronta-ronta demikian keras melawan batangan baja itu sehingga dagingnya mulai terkoyak. Tiba-tiba monster itu lepas dan bebas, dan pecahlah hiruk-pikuk. Orang-orang dikoyak-koyak dan Patterson dan yang lain-lain dicaplok oleh makhluk itu lalu lenyap dalam dimensi keempat.

Sebagai buntut tragedi itu, salah seorang penonton yang luput dari pembantaian besar-besaran itu memutuskan untuk membakar semua bukti tentang makhluk itu. Lebih baik membiarkan misteri itu tetap tidak terpecahkan.

Dimensi-dimensi lebih tinggi mirip yang dialami Patterson dan tim ekpedisi pimpinannya memengaruhi juga pemikiran dalam lingkungan Kristen di Eropa. Kesadaran tentang ruang hiper yang berkembang dari pemikiran Riemann melanda secara khusus kalangan rohaniwan Kristen – selain Edwin A. Abbott – di sini.

Lokasi Sorga, Neraka, dan Malaikat

Selama berabad-abad, mereka mengajukan pertanyaan tentang di mana lokasi sorga dan neraka dan di mana malaikat-malaikat tinggal. Kini mereka menemukan suatu jawaban yang menenteramkan hati dari lokasi-lokasi tadi: dimensi keempat. A.T. Schofield, seorang spiritualis Kristen, menulis bukunya, Another World, pada tahun 1888. Dia berargumentasi panjang-lebar bahwa Allah dan roh-roh tinggal dalam dimensi keempat. Pada tahun 1893, ahli teologia Kristen Arthur Willink menulis The World of the Unseen. Di dalamnya, Willink mengkleim bahwa tidak layak bagi Allah untuk tinggal dalam dimensi keempat yang rendah itu. Willink mengkleim bahwa satu-satunya tempat yang cukup megah bagi Allah adalah ruang dimensional tanpa batas.

Pemerian tadi menunjukkan bahwa Tuhan, malaikat, roh-roh, dan makhluk-makhluk lain dari dimensi lebih tinggi punya kuasa luar biasa. Kuasa itu tidak dimiliki makhluk-makhluk dari dimensi-dimensi lebih rendah, seperti manusia tridimensional dan penduduk dwidimensional Tanahdatar.

Tidak mengherankan, spekulasi-spekulasi tentang dimensi-dimensi lebih tinggi memukau berbagai peminat untuk jangka waktu yang lama. Spekulasi-spekulasi ini ikut memercikkan minat artistik dan literer luar biasa selama 100 tahun.

Implikasi-Implikasi

Apa implikasi dari hubungan antara penduduk Tanahdatar dwimensional dan makhluk manusia tridimensional dan hubungan manusia tridimensional dengan makhluk caturdimensional? Pertama, logika sehari-hari dari penduduk Tanahdatar dan manusia tridimensional berlaku benar sejauh kedua macam penduduk ini hidup tanpa campur tangan dari kuasa di luar dimensi yang mereka alami. Kedua, logika itu menjadi kacau atau sulit dipahami penduduk setiap jenis dimensi tadi ketika ada campur tangan dari makhluk-mahkluk dari dimensi lebih tinggi atau ketika ada perjumpaan antara mereka dari dimensi yang berbeda. Ketiga, setiap makhluk dari dimensi yang lebih tinggi akan tampak punya kuasa ilahi, kuasa misterius yang membingungkan, menakutkan, menimbulkan rasa takut dan gentar bagi makhluk-makhluk dari dimensi lebih rendah.

Kalau nanti dimensi-dimensi lebih tinggi terbukti benar, apa maknanya atau kaitannya dengan perjumpaan antara manusia dan makhluk-makhluk sorgawi – seperti malaikat – atau dimensi-dimensi sorgawi – seperti penampakan punggung tangan dan jari-jari yang menulis di dinding kapur istana Babilonia – dalam Alkitab? Dari ketiga penjelasan tadi, kita makin mengerti mengapa perjumpaan manusia dengan makhluk-mahkluk sorgawi dalam Alkitab – seperti malaikat-malaikat – dan demonstrasi dimensi sorgawi – seperti pada manusia tridimensional di istana Babilonia – membingungkan, menakutkan, menimbulkan rasa takut dan gentar pada manusia tridimensional. Seperti pengalaman penduduk Tanahdatar ketika mengalami perjumpaan dengan makhluk manusia, logika sehari-hari manusia menjadi kacau karena tidak mampu memahami secara utuh realitas dimensi lebih tinggi dan makhluk-makhluk sorgawi dari dimensi lebih tinggi tampak punya kuasa adi alami (supernatural) di mata manusia tridimensional.

Barangkali, karena dampak perjumpaan yang dahsyat seperti itu, Yesus yang bangkit dari kematian-Nya menenangkan murid-murid-Nya lebih dahulu sebelum berbicara dengan mereka. Ketika Dia muncul tiba-tiba di antara mereka di kamarnya, salam-Nya, “Damai sejahtera bagimu” bukan saja suatu formalitas melainkan juga suatu sarana untuk menenangkan hati mereka. Meskipun demikian, murid-murid kaget dan ketakutan karena mengira tengah melihat hantu. Mereka baru tenang sesudah Yesus meyakinkan mereka bahwa Dia bukan hantu karena hantu tidak punya daging dan tulang sementara Dia punya kedua-duanya. Penampakan Yesus secara mendadak dalam hakekat yang baru dan diduga berasal dari dimensi yang lebih tinggi dari yang dialami para murid-Nya menunjukkan kuasa ilahi atau adialami yang menakutkan mereka dan mesti ditenangkan oleh Yesus.

Selain Yesus, malaikat-malaikat tertentu dalam Alkitab yang menampakkan diri dalam kuasanya yang hebat pada manusia menenangkannya lebih dahulu sebelum mereka menyampaikan pesan ilahinya. Zacharias, misalnya, kaget dan dicekam rasa takut ketika seorang malaikat Tuhan muncul padanya di Bait Allah. “Jangan takut,” kata utusan ilahi itu demi menenangkannya. Zacharias, seorang makhluk manusia yang hidup dalam suatu dunia tridimensional ditambah waktu, mengalami kondisi jiwa tadi karena perjumpaannya dengan malaikat dengan kuasa yang hebat dari suatu dimensi yang lebih tinggi.

Implikasi ke iman Kristen tadi punya makna lain. Ini membuat kita menjadi rendah hati dengan kuasa rasio, penalaran, atau logika kita.

Siapa pun di antara kita sebagai makhluk tridimensional yang mengkleim bahwa dia mampu menjelaskan segala mujizat dalam Alkitab – seperti kuasa Yesus untuk berjalan di atas permukaan air danau, untuk menyembuhkan orang sakit, untuk membangkitkan orang mati, dan bahkan untuk bangkit Sendiri dari maut – tidak memahami apa yang dikatakannya. Sebagai makhluk tridimensional dengan logika sehari-hari yang berdasarkan dunia tridimensional ditambah waktu, dia mengabaikan realitas multidimensional, realitas ruang hiper, atau realitas sorgawi yang bisa disebut realitas multidimensional super, realitas ruang hiper super, yang di dalamnya Yesus mewahyukan diriNya dan menunjukkan kuasa ilahi-Nya dan yang di dalamnya mujizat-mujizat alkitabiah terjadi. Dimensi-dimensi yang berada di luar dimensi tridimensional kita punya “logika” unik, logika ruang hiper atau ruang hiper super, yang membingungkan atau mengacaukan logika realitas tridimensional kita. Pendek kata, selama kita adalah mahkluk tridimensional, kita tidak (akan) mungkin menjelaskan seluruh hakekat Allah.

Bahkan kecenderungan otak tridimensional kita untuk mencoba menjelaskan hal-hal asing atau baru dari dimensi yang lebih tinggi melalui analogi – seperti metafora atau simile – berdasarkan pengalaman kita di dunia tridimensional sekalipun tidak akan mampu menangkap secara tepat-sasaran realitas sesungguhnya dari dimensi-dimensi lebih tinggi. Misalnya, metafora Daud tentang Allah – “Dialah gunung batuku, ... kota bentengku” – dan similenya tentang Dia – “TUHAN ... seperti gunung Sion yang tidak goyang, yang tetap untuk selama-lamanya” – adalah analogi, perbandingan yang taklengkap, yang, meskipum menimbulkan afeksi religius yang sangat dalam di hati orang percaya, jelas sekali tidak memerikan dengan ketepatan seratus persen kemahakuasaan Allah. Selama kita hidup di dunia tridimensional kita, kuasa ilahi yang mesti berasal dari ruang hiper atau boleh jadi di atasnya akan tampak samar-samar – kecuali kalau kita nanti hidup sebagai manusia baru – manusia multidimensional – di dalamnya. Maka, kata-kata Rasul Paulus bagi kita, manusia tridimensional yang rindu berada bersama Yesus dalam realitas multidimensional atau dalam realitas ruang hiper super, menjadi relevan: “. . . sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.”

Kalaupun teori tentang dimensi-dimensi ruang hiper tadi belum bisa dibuktikan atau keliru atau perlu revisi, kesulitan-kesulitan ini tidak akan membatalkan kebenaran alkitabiah, seperti kata-kata Paulus tadi. Kebenaran Allah kekal, tidak saja sama kemarin, hari ini, dan besok tapi juga sama di dalam dan di luar ruangwaktu – sama selama-lamanya.